Analisa Pakar Terkait Polemik Harga Avtur dan Tiket Pesawat Domestik
IVOOX.id – Polemik mengenai tingginya harga tiket pesawat untuk penerbangan domestik kembali memicu diskusi terkait harga avtur di Indonesia. Saat ini, harga avtur di dalam negeri menjadi sorotan karena keluhan dari pengguna jasa penerbangan yang menilai bahwa biaya penerbangan domestik jauh lebih mahal dibandingkan penerbangan internasional.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjelaskan bahwa tingginya biaya tiket pesawat domestik disebabkan oleh harga avtur yang mahal, yang dianggap sebagai akibat dari praktik monopoli. Oleh karena itu, Kemenhub mendorong agar pasar avtur dikelola oleh beberapa penyedia (multiprovider), seperti yang direkomendasikan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Hal yang sama disampaikan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), yang mengusulkan adanya multiprovider di pasar avtur untuk menekan harga tiket pesawat, sehingga bisa lebih terjangkau. Mereka menambahkan bahwa tingginya biaya penerbangan domestik berdampak signifikan pada penurunan kinerja industri pariwisata, karena wisatawan lokal lebih memilih berwisata ke luar negeri dibandingkan dalam negeri.
Komponen Harga Tiket Pesawat
Berdasarkan berbagai studi, rata-rata biaya avtur menyumbang antara 20-40% dari total harga tiket pesawat. Hal ini berarti sekitar 60-80% dari total biaya penerbangan terdiri dari komponen lain di luar avtur. Dengan demikian, upaya menurunkan harga tiket pesawat hanya dengan fokus pada harga avtur dinilai bisa menghasilkan kebijakan yang kurang proporsional.
Sebagai contoh, data menunjukkan bahwa porsi biaya avtur terhadap total biaya penerbangan di beberapa maskapai pada 2019, seperti Garuda Indonesia (27%), Thai Airlines (27%), Singapore Airlines (29%), Qatar Airways (36%), dan Emirates (32%), mengalami kenaikan pada 2023 menjadi masing-masing 36%, 39%, 31%, 41%, dan 36%. Kenaikan ini disebabkan oleh peningkatan harga minyak global, termasuk minyak jenis BRENT dan WTI, yang naik sekitar 30% selama periode tersebut.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti menyoroti, “Kesimpulan bahwa tingginya harga tiket pesawat disebabkan oleh mahalnya harga avtur perlu ditinjau kembali. Ada 15 komponen biaya lainnya yang juga mempengaruhi harga tiket pesawat domestik.” Katanya dalam keterangan resmi yang diterima ivoox Jumat (11/10/2024).
Menurut Permenhub No.20/2019, komponen tarif tiket pesawat mencakup tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tambahan (surcharge). Tarif jarak sendiri terdiri atas biaya langsung (seperti sewa pesawat, asuransi, dan gaji tetap kru) dan biaya tidak langsung (seperti bahan bakar avtur, layanan bandara, dan navigasi penerbangan).
Pasar Avtur Indonesia: Apakah Monopoli?
Menurut teori ekonomi, monopoli terjadi ketika hanya ada satu penjual tunggal yang menguasai pasar tanpa pesaing. Namun, pasar avtur di Indonesia tidak sepenuhnya sesuai dengan definisi tersebut. Berdasarkan Pasal 2 Peraturan BPH Migas No.13/P/BPH MIGAS/IV/2008, penyediaan dan distribusi BBM penerbangan terbuka untuk seluruh badan usaha yang memenuhi persyaratan dengan tetap memperhatikan prinsip persaingan sehat, wajar, dan transparan.
Saat ini, ada empat perusahaan yang memiliki izin niaga avtur di Indonesia, yaitu PT Pertamina Patra Niaga, PT AKR Corporindo, PT Dirgantara Petroindo Raya, dan PT Fajar Petro Indo. Dengan kehadiran beberapa pelaku usaha ini, sulit dikatakan bahwa pasar avtur di Indonesia berada dalam kondisi monopoli.
Melihat permasalahan dan fakta yang ada, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute menyarankan, “Para stakeholder sebaiknya duduk bersama untuk mencari solusi. Penyebab tingginya harga tiket pesawat domestik perlu diteliti lebih lanjut, apakah benar karena harga avtur atau justru komponen lain seperti biaya jasa kebandarudaraan dan pajak.” Katanya.
Menurutnya, evaluasi mendalam diperlukan untuk memastikan apakah tingginya harga tiket pesawat benar-benar memengaruhi lesunya industri pariwisata dalam negeri atau ada faktor lain seperti infrastruktur dan pungutan yang tidak resmi.
“Ada baiknya para pemangku kebijakan tidak saling menyalahkan di publik, melainkan bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini. Dalam kebijakan publik, setiap tahap mulai dari perencanaan hingga evaluasi harus dilakukan dengan cermat agar solusi yang diambil sesuai dengan masalah yang dihadapi,” ujarnya.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?