Anggota DPR Ingatkan Jangan Setujui Skema Transfer Data Tanpa Jaminan Perlindungan Hukum

25 Jul 2025

IVOOX.id – Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta mengapresiasi capaian delegasi Indonesia dalam negosiasi dengan Amerika Serikat dengan turunnya tarif ekspor ke AS menjadi 19 persen. Namun, ia memberi catatan terhadap salah satu poin kesepakatan yang menyangkut rencana transfer data ke Amerika Serikat.

“Bahwa tim negosiator Indonesia jangan sampai menyetujui skema transfer data lintas batas tanpa adanya jaminan perlindungan hukum yang memadai, terutama karena AS belum memiliki undang-undang perlindungan data pribadi (UU PDP) di tingkat federal yang seperti GDPR di Eropa, yang ada hanya UU PDP di beberapa negara bagian AS,” ujar Sukamta dalam keterangan tertulis yang diterima ivoox.id, Kamis (24/7/2025).

Sukamta menegaskan bahwa transfer data pribadi tidak hanya menjadi isu perdagangan, tetapi juga berkaitan dengan kedaulatan digital, keamanan nasional, dan keadilan ekonomi. Oleh sebab itu, ia meminta agar tim negosiator memahami konteks dan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, khususnya Pasal 56 dalam UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.

“Mekanisme transfer data harus tunduk pada UU PDP yang sudah dimiliki, seperti diatur dalam Pasal 56. Setiap transfer data ke AS harus disertai syarat yang setara, misalnya perlindungan hukum timbal balik, termasuk hak audit bagi otoritas Indonesia, dan kontrol penuh atas data strategis warga negara,” tegas politisi Fraksi PKS ini.

Lebih lanjut ia menjelaskan, bila negara tujuan tidak memiliki standar perlindungan yang setara, maka pengendali data wajib memastikan adanya perlindungan tambahan yang bersifat mengikat. Jika perlindungan tersebut tetap tidak tersedia, maka pengendali data wajib mendapatkan persetujuan dari subjek data sebelum melakukan transfer.

“Nah, kita mendorong tim negosiator Indonesia memahami konteks seperti yang saya sebutkan tadi, juga tentunya memahami UU PDP. Sehingga, kita berharap para negosiator dapat merundingkan persoalan transfer data secara lebih detail dan sesuai dengan UU PDP yang kita miliki. Salah satunya kita perlu menegaskan kedaulatan data (data sovereignty) dalam perjanjian guna memastikan bahwa data warga tetap berada dalam yurisdiksi hukum nasional, bahkan jika diproses di luar negeri, sebagaimana diatur dalam UU PDP Pasal 2,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya pemerintah segera menyelesaikan aturan turunan dari UU PDP. Menurut Sukamta, keterlambatan dalam membentuk lembaga pengawas data pribadi (OPDP) menjadi tantangan serius bagi pelaksanaan perlindungan data yang optimal.

“Ini juga sekaligus menjadi momentum bagi Indonesia untuk segera menyelesaikan penyusunan aturan-aturan turunan dari UU PDP seperti Peraturan Pemerintah (PP) PDP dan Peraturan Presiden (Perpres) tentang pembentukan Lembaga OPDP. Karena waktu pembentukan lembaga sudah terlambat 9 bulan dari seharusnya maksimal Oktober 2024 lalu,” katanya.

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong