Ekonom Sarankan Pemerintah Perlu Pastikan Alokasi Anggaran Hasil Efisiensi ke Sektor Produktif
IVOOX.id – Pakar Kebijakan Publik UPN Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai, Pemerintah harus memastikan efisiensi anggaran agar dialokasikan ke program yang lebih produktif. Sebab, tanpa realokasi yang tepat, efisiensi tersebut justru menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan kualitas layanan publik.
“Misalnya, jika efisiensi hanya digunakan untuk membiayai program populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) atau pembangunan tiga juta rumah tanpa perhitungan matang, kebijakan ini bisa menjadi kontra-produktif,” kata Achmad dikutip dari Antara, Jumat (31/1/2025).
Menurut dia, masyarakat kelas menengah dan bawah membutuhkan lebih dari sekadar bantuan langsung. Masyarakat memerlukan stabilitas harga, ketersediaan pekerjaan, dan akses permodalan yang fleksibel.
Adapun lewat surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang dikutip di Jakarta, Selasa, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan surat tersebut merupakan tindak lanjut Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025. Dalam surat tersebut, pemerintah menetapkan efisiensi anggaran sebesar Rp256,1 triliun.
Guna mengakomodasi arahan tersebut, Sri Mulyani menetapkan 16 pos belanja yang perlu dipangkas anggarannya dengan persentase yang bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 90 persen.
Menanggapi hal tersebut, Achmad mengungkapkan bahwa inefisiensi belanja negara terjadi akibat perencanaan anggaran yang lemah, birokrasi berbelit, serta korupsi dan penyalahgunaan anggaran.
Program yang tidak berbasis kajian sering kali mengarah pada belanja yang mubazir. Ia juga menyoroti bahwa pemangkasan anggaran dalam jumlah besar berisiko menurunkan kualitas layanan publik dan menghambat kinerja kementerian/lembaga (K/L).
Jika tidak diiringi dengan strategi yang jelas, lanjutnya, belanja negara yang menyusut justru bisa memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut, Achmad merekomendasikan lima langkah utama agar efisiensi anggaran tidak sekadar menjadi pemangkasan angka.
Pertama, perlunya evaluasi pos belanja. K/L perlu melakukan audit internal untuk mengidentifikasi pengeluaran yang benar-benar bisa dikurangi tanpa menghambat kinerja.
Kedua, penganggaran berbasis kinerja. Setiap belanja harus berorientasi pada hasil konkret, bukan sekadar formalitas.
Ketiga, digitalisasi dan reformasi birokrasi. Pemanfaatan teknologi dapat mengurangi biaya administrasi dan meningkatkan transparansi.
Keempat, pengawasan ketat oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian Keuangan. Pemerintah perlu memastikan bahwa efisiensi anggaran tidak merugikan layanan publik.
Kelima, realisasi dana efisiensi ke program produktif. Dana yang dihemat harus dialokasikan untuk menciptakan lapangan pekerjaan, mendukung industri padat karya, dan menurunkan biaya permodalan bagi UMKM.
"Pemerintah harus memastikan bahwa efisiensi ini tidak sekadar menjadi alat penghematan, tetapi juga langkah menuju reformasi anggaran yang lebih transparan dan efektif. Jika dana hasil efisiensi digunakan untuk program yang benar-benar bermanfaat bagi rakyat, maka kebijakan ini akan mendapat dukungan luas dari publik," ucapnya.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?