ESDM Sebut Peta Jalan Kendaraan Hidrogen Masih Menunggu Regulasi

15 Feb 2025

IVOOX.id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan bahwa peta jalan terkait transportasi berbasis hidrogen membutuhkan pembahasan yang lebih mendalam, karena masih terkendala terhadap regulasi dan juga insentif.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) masih menjadi penyangga tertinggi untuk pemberian insentif yang kini belum dibahas lebih lanjut.

“Jadi, dasarnya itu yang membuat kita mandek karena regulasi tidak ada,” kata Eniya Listiani di sela-sela kegiatan acara Toyota Series Carbon Neutrality, di Jakarta, Jumat (14/2/2025), dikutip dari Antara.

Menurut dia, dalam RUU EBET terdapat salah satu pasal yang menekankan bahwa para pelaku atau badan usaha yang melakukan mitigasi iklim ataupun memiliki kegiatan penurunan emisi bakal mendapatkan insentif via emisi karbon.

“Tidak ada untuk mengalihkan, misalnya mengalihkan insentif dari fosil ke yang renewable. Nah, nanti kalau sudah ada cantolan dasar hukumnya baru kita upayakan bagaimana modelnya,” ujar dia.

Dia mengatakan tidak hanya terkendala mengenai regulasi dan juga insentif yang menjadi hambatan eksistensi kendaraan berbasis hidrogen, tetapi juga harga masih menjadi alasan tersendiri dalam peredaran kendaraan hidrogen di tanah air.

Eniya Listian mengatakan eksistensi untuk kendaraan berbasis hidrogen memiliki kemiripan dengan kendaraan listrik (Battery Electric Vehicle/BEV) .

“Mobil listrik 5 tahun yang lalu belum terlalu ada, tapi sekarang sudah banyak kan. Dan banyak industri juga yang mulai produksi di sini. Nah, kita akan melihat seperti itu juga, mau bicara hidrogen, mau bicara etanol, pasti market yang menentukan,” kata dia.

Dengan semakin banyaknya produsen yang bermain di segmen ini, nantinya market yang semakin diuntungkan. Hal itu dikarenakan harga jual dari kendaraan tersebut juga semakin lebih terjangkau.

Menurut dia, Jepang yang saat ini sudah mulai memasarkan kendaraan berbasis hidrogen menjual kendaraan tersebut dengan harga yang cukup terjangkau, yakni 1.7 juta Yen atau setara dengan Rp 180.908.900.

Sehingga, kalau Indonesia masuk ke dalam fase kendaraan hidrogen dan banyak produsen otomotif yang bermain serta memproduksi kendaraan tersebut secara lokal. Tentunya, harga kendaraan tersebut menjadi lebih terjangkau.

Untuk saat ini, Indonesia telah memiliki dua lokasi Stasiun Pengisian Bahan Bahar Hidrogen (SPBH) yang berada di Senayan, Jakarta Selatan dan juga Karawang, Jawa Barat.

Sehingga, dengan hadirnya dua SPBH ini menjadi stimulus berkembangnya kendaraan jenis hidrogen di Indonesia.

Untuk semakin meramaikan SPBH tersebut di Indonesia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM) tengah menggodok berbagai regulasi dan juga peta jalannya.

Saat ini, Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) sudah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan tengah menjadi pembahasan di kementerian terkait untuk dijadikan Undang-undang.

“RUKN yang kemarin kan akhirnya sudah disetujui dari DPR. Terus dikirim ke pemerintah. Nanti dari pemerintah akan diundangkan sebentar lagi. Mudah-mudahan cepat nih,” tutur dia.

Pemerintah saat ini telah menerapkan target untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui implementasi peningkatan target pengurangan emisi karbon secara total (Enhanced-Nationally Determined Contribution/E-NDC) dari 29 persen atau 835 juta ton karbondioksida, menjadi 32 persen atau 912 juta ton CO2 pada tahun 2030.

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong