Indef Soroti Struktur Gemuk dan Potensi Politisasi dalam Susunan Pengurus Danantara
IVOOX.id – Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Indef, Ariyo Irhamna, menyoroti struktur kepengurusan Danantara yang baru diumumkan oleh CEO Rosan Roeslani. Menurutnya, susunan pengurus tersebut terlalu gemuk dan lebih banyak memiliki kelemahan dibandingkan kekuatan.
Ariyo menyebut hanya ada dua aspek positif dari struktur pengurus Danantara. Pertama, keberadaan Dewan Penasihat Internasional yang beranggotakan tokoh berpengaruh seperti Ray Dalio dan Jeffrey Sachs. Kedua tokoh ini dinilai dapat meningkatkan kredibilitas Danantara di mata investor asing karena rekam jejak mereka dalam investasi dan kebijakan berkelanjutan.
"Namun, kita belum tahu mereka hanya sebagai 'among tamu' saja atau akan terlibat dalam kebijakan strategis. Karena memang belum ada tugas dari Dewan Penasihat," ujar Ariyo dalam diskusi publik bertajuk "Danantara: Menuju Transformasi atau Ambisi Sentralisasi", Selasa (25/3/2025).
Kekuatan kedua yang disoroti Ariyo adalah profesionalisme di tingkat top manajemen. Namun, ia menilai hal ini tidak cukup untuk menutupi kelemahan utama dalam struktur kepengurusan Danantara yang dinilainya terlalu besar dan dipenuhi unsur politik.
Menurut Ariyo, meskipun Presiden Prabowo Subianto dan CEO Rosan Roeslani telah menegaskan bahwa Danantara tidak akan dipolitisasi, susunan kepengurusan yang diumumkan justru menunjukkan keterlibatan banyak tokoh politik.
Ariyo menyoroti 12 anggota Dewan Pengawas yang diisi oleh Menteri BUMN, Muliaman Hadad, serta sejumlah pejabat tinggi seperti Menko dan Mensesneg. Selain itu, keterlibatan dua mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi), sebagai bagian dari Dewan Pengarah juga dinilai tidak lazim dalam skema Sovereign Wealth Fund (SWF) seperti yang diusung Danantara.
"Saya bilang full politisi, karena Dewan Pengarah juga demikian. Ada Pak SBY dan Jokowi, mantan Presiden, ini sebenarnya tidak umum di praktik SWF di dunia," ujar Ariyo.
Ariyo mengkhawatirkan bahwa kehadiran mantan Presiden, terutama Jokowi, dapat memunculkan risiko intervensi terhadap kebijakan Danantara. Menurutnya, ada kemungkinan keputusan Danantara lebih diarahkan untuk melanjutkan proyek-proyek strategis yang berkaitan dengan masa jabatan sebelumnya, yang bisa memengaruhi independensi lembaga tersebut.
Selain aspek politisasi, Ariyo juga menyoroti masalah over-specialization dalam struktur kepengurusan Danantara. Terdapat 16 Managing Director (MD) dengan komposisi yang tidak seimbang—10 MD di bawah CEO Rosan Roeslani, serta masing-masing tiga MD di bawah CIO Pandu Sjahrir dan COO Dony Oskaria.
Ia menilai struktur yang terlalu kompleks ini dapat menyebabkan ketimpangan dalam pengambilan keputusan serta meningkatkan biaya koordinasi yang tidak efisien.
"Contohnya ada 2 Managing Director (MD) legal, kemudian biaya koordinasi tinggi antar MD, jadi ini MD memerlukan waktu dan sumber daya yang tidak kecil, juga berpotensi menghambat pengambilan keputusan," jelas Ariyo.
Ariyo juga menyoroti adanya kemungkinan dualitas kepemimpinan dalam pengelolaan BUMN yang kini berada di bawah Danantara. Hal ini berkaitan dengan peran PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai Holding Operasional Danantara, sementara BUMN yang dikelola Danantara masih tetap berada di bawah wewenang Kementerian BUMN.
"Jadi tumpang pintu kewenangan, BUMN akan menghadapi dua pemilik, dua bos yaitu pemerintah melalui Menteri BUMN dan Danantara melalui BKI, yang dapat mengakibatkan konflik kebijakan terutama dalam pengelolaan keputusan operasional sehari-hari," ungkapnya.
Masalah lain yang disorot Ariyo adalah kurangnya transparansi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2025 yang mengatur penambahan penyertaan modal negara ke dalam modal saham PT BKI. Menurutnya, meskipun beberapa BUMN telah menyerahkan sahamnya ke BKI, pemerintah masih belum memberikan kejelasan mengenai skema inbreng atau penyertaan aset negara ke Danantara.
"Pemerintah masih belum transparan dalam PP ini. Saya curiga ada hal-hal yang memang belum clear di pemerintah terkait PP ini namun sudah terlanjur keluar dan bahkan diterapkan," katanya.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?