Kehidupan Manusia dalam Bahaya Kimia, Unpad Bikin Terobosan Plastik Ramah Lingkungan

09 Jun 2025

IVOOX.id - Plastik sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.

Dari kemasan makanan, botol air minum, pakaian olahraga, hingga mainan anak, hampir semua produk modern mengandalkan plastik dalam bentuk tertentu. Namun di balik kenyamanan dan kegunaannya, plastik menyimpan bahaya tersembunyi yang belum banyak disadari: ribuan bahan kimia beracun yang terkandung di dalamnya.

Tim peneliti Functional Nano Powder University Center of Excellence (Finder U-CoE) Universitas Padjadjaran (Unpad) mengembangkan “Finder Biodegradable Plastic”, terobosan plastik ramah lingkungan yang dapat terurai secara alami. Riset ini diharapkan menjadi bagian dari solusi mengatasi krisis sampah plastik di Indonesia dan dunia.

“Biodegradable plastic adalah plastik yang bisa terdegradasi oleh bakteri. Jadi ketika menjadi sampah dan dibuang ke tanah, dalam beberapa waktu bisa hancur dan terurai,” ujar Camellia Panatarani, dikutip dari keterangan resmi, diakses Minggu, (8/6/2025).

Menurut Camellia bahan plastik ini mudah terurai karena berasal dari bio-material, sehingga dapat menjadi makanan alami bagi mikroorganisme di alam. Berbeda dengan plastik konvensional yang berasal dari minyak bumi dan membutuhkan waktu ribuan tahun untuk terurai, plastik ini dapat hancur oleh aktivitas bakteri di tanah.

Tim peneliti Finder Unpad telah merancang biodegradable plastic berbasis bahan yang berbeda-beda, seperti singkong, karagenan, hingga limbah kulit udang. Namun, bahan berbasis singkong dinilai lebih efisien karena harganya yang murah dan lebih mudah untuk ditemukan.

Camellia mengatakan, tidak hanya ramah lingkungan, penggunaan nano dalam inovasi plastik ini juga memiliki kekuatan mekanik yang lebih baik. Plastik ramah lingkungan ini memiliki ketahanan terhadap suhu panas juga ketahanan terhadap cuaca. Produk ini telah berhasil diuji dalam skala laboratorium dan diharapkan dapat segera diproduksi secara massal bersama mitra industri.

“Kami sudah mencoba berbagai pengujian, mulai dari penyimpanan daging ayam hingga buah-buahan yang hasilnya adalah daya tahan produk menjadi meningkat. Tetapi untuk produksi besar, kami masih mencari mitra yang siap berkontribusi dan kami akan menyelaraskan kebutuhan industri. Jadi saat research and development bersama mitra, kami sesuaikan dulu kebutuhannya baru dikembangkan formulasi plastiknya,” kata Camellia.

Camellia menyampaikan saat ini Finder Unpad tengah membuka peluang kerja sama dengan industri yang ingin memproduksi dan mengembangkan produk biodegradable plastic ini dalam skala industri.

Melalui inovasi ini, tim peneliti Unpad berharap dapat memberikan manfaat bagi Unpad dan masyarakat, khususnya dalam mengatasi permasalahan sampah yang ada di dunia.

Bahaya Besar Plastik

Plastik sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dari kemasan makanan, botol air minum, pakaian olahraga, hingga mainan anak, hampir semua produk modern mengandalkan plastik dalam bentuk tertentu. Namun di balik kenyamanan dan kegunaannya, plastik menyimpan bahaya tersembunyi yang belum banyak disadari: ribuan bahan kimia beracun yang terkandung di dalamnya.

Camellia Panatarani, tim peneliti Finder Unpad yang mengembangkan “Finder Biodegradable Plastic” terobosan plastik ramah lingkungan yang dapat terurai secara alami. (Foto:Dadan Triawan/Unpad)

Camellia Panatarani, tim peneliti Finder Unpad yang mengembangkan “Finder Biodegradable Plastic” terobosan plastik ramah lingkungan yang dapat terurai secara alami. (Foto:Dadan Triawan/Unpad)

Menurut laporan terbaru dari United Nations Environment Programme (UNEP), ada lebih dari 13.000 jenis bahan kimia yang digunakan dalam produksi plastik di seluruh dunia. Dari jumlah ini, lebih dari 3.200 bahan telah diketahui berbahaya bagi manusia dan lingkungan, termasuk menyebabkan kanker, kerusakan sistem saraf, gangguan reproduksi, dan masalah hormonal.

Lebih mengkhawatirkannya, terdapat sekitar 6.000 bahan kimia lainnya belum cukup diteliti, sehingga dampaknya terhadap kesehatan masih menjadi misteri. Artinya, setiap hari kita terpapar oleh zat-zat yang mungkin berbahaya, namun belum ada cukup regulasi atau transparansi untuk melindungi kita darinya.

Beberapa kelompok bahan kimia dalam plastik telah diketahui sangat beracun dan tetap digunakan secara luas. Zat seperti PFAS, dikenal sebagai “bahan kimia abadi” karena tidak terurai di alam, bisa ditemukan dalam pakaian tahan air dan kemasan makanan. Phthalates digunakan untuk melunakkan plastik, dan Bisphenol A (BPA) biasa ditemukan dalam botol dan wadah makanan.

Bahan lain seperti flame retardants, logam berat seperti timbal dan kadmium, serta zat pewarna sintetis dan stabilisator UV juga umum dijumpai, meski sudah banyak bukti ilmiah yang menunjukkan dampak buruknya terhadap kesehatan manusia.

Ancaman ini tidak hanya terjadi di negara-negara industri besar. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan oleh Nexus3 Foundation dan International Pollutants Elimination Network (IPEN) pada tahun 2024 mengungkapkan 91 persen produk sehari-hari yang diuji mengandung PFAS. Produk-produk ini termasuk kemasan makanan, pakaian anak, dan kantong belanja. Banyak di antaranya melebihi ambang batas aman yang ditetapkan Uni Eropa.

Yuyun Ismawati, Senior Advisor Nexus3 Foundation, menyatakan PFAS telah ditemukan di produk-produk yang kita gunakan setiap hari, bahkan yang digunakan oleh anak-anak. Ini membuktikan bahwa regulasi nasional belum cukup melindungi masyarakat dari paparan bahan kimia berbahaya.

Situasinya semakin kompleks ketika kita melihat bagaimana industri mendorong daur ulang sebagai solusi atas krisis plastik. Penelitian IPEN pada tahun 2021 menunjukkan bahwa bahan kimia beracun tidak hilang dalam proses daur ulang. Dalam studi yang mencakup sampel pelet plastik daur ulang dari 23 negara, ditemukan kontaminasi dari pestisida, logam berat, dan senyawa pengganggu hormon. Semuanya tetap bertahan dan menyebar ke produk baru.

Sara Brosché, ilmuwan dari IPEN pernah menegaskan bahwa plastik daur ulang bukanlah bahan yang aman jika sumber aslinya mengandung bahan kimia beracun. Daur ulang hanya mendaur ulang polusi.

Paparan terhadap bahan kimia ini bisa berdampak serius. Banyak di antaranya merupakan pengganggu sistem hormon, yang dapat memicu gangguan kesuburan, kelainan perkembangan pada anak, serta meningkatkan risiko kanker. Zat lain diketahui dapat melemahkan sistem imun, merusak fungsi otak, dan mencemari lingkungan. Mikroplastik yang membawa zat kimia ini juga telah ditemukan di dalam tubuh manusia—termasuk di darah, plasenta, bahkan ASI.

Masalahnya bukan sekadar pada plastik, tapi pada sistem produksi dan regulasi kimia yang longgar. Saat ini tidak ada kewajiban global bagi produsen untuk mengungkapkan seluruh bahan kimia yang mereka gunakan dalam produk plastik. Dalam laporan “Plastics: A Chemical Story” (IPEN & EA, 2023), disebutkan bahwa kurangnya transparansi bahan kimia dalam plastik membuat masyarakat dan pemerintah tidak dapat mengambil keputusan yang berdasarkan informasi untuk melindungi kesehatan dan lingkungan.

Menghadapi kenyataan ini, konsumen tentu bisa mulai mengambil langkah—dengan menghindari produk sekali pakai, memilih produk yang menyatakan bebas dari BPA atau PFAS, dan menekan produsen untuk lebih transparan. Namun yang paling mendesak adalah perubahan sistemik: peraturan yang mewajibkan pelabelan bahan kimia dalam plastik, serta penghapusan bahan-bahan beracun dari rantai produksi global.

Krisis bahan kimia dalam plastik adalah krisis yang tak terlihat. Tapi dampaknya nyata, dan semakin sulit dihindari. Tanpa langkah tegas dari pemerintah, produsen, dan masyarakat sipil, kita akan terus dikelilingi oleh bahan-bahan beracun yang mengancam generasi kini dan yang akan datang.

Penulis: Diana

Kontributor

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong