Kejagung Sebut “Blending” dalam Dakwaan Kasus Minyak Mentah Oplosan yang Rugikan Negara Rp 285,18 Triliun.
IVOOX.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan bahwa tidak ada istilah “oplosan” dalam berkas dakwaan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada periode 2018-2023.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna menjelaskan bahwa secara teknis, perbuatan mencampur bahan bakar dengan RON yang berbeda bukan disebut dengan "oplosan", melainkan disebut dengan "blending".
“Ibaratnya blending-an dari RON 88 atau RON 92 yang memang dijual dengan harga di bawah. Istilahnya bukan oplosan, melainkan blending-an dan memang secara teknis memang begitu. Tidak ada istilah oplosan, tetapi blending,” kata Anang, di Jakarta, Jumat (10/10/2025), dikutip dari Antara.
Diketahui, pada Kamis, 9 Oktober 2025, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang dakwaan bagi empat terdakwa dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada periode 2018–2023.
Empat terdakwa itu adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga tahun 2023 Riva Siahaan, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga tahun 2023 Maya Kusuma, Vice President Trading Produk Pertamina Patra Niaga Edward Corne periode 2023-2025, serta Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) periode 2022-2025 Sani Dinar Saifudin.
Para terdakwa diduga telah merugikan negara senilai Rp285,18 triliun.
"Para terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan melawan secara hukum dengan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," ucap jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung Feraldy Abraham Harahap dalam sidang pembacaan surat dakwaan, dikutip dari Antara.
JPU menjelaskan dalam pengadaan impor produk kilang atau bahan bakar minyak (BBM), keempat terdakwa telah memperkaya BP Singapore Pte. Ltd. dalam pengadaan gasoline (bensin) 90 pada paruh pertama (H1) tahun 2023 sebesar 3,6 juta dolar Amerika Serikat (AS) dan pengadaan bensin 92 pada paruh pertama 2023 sebesar 745.493 dolar AS serta Sinochem International Oil (Singapore) Pte. Ltd. dalam pengadaan bensin 90 pada paruh pertama 2023 sebesar 1,39 juta dolar AS.
Selain itu, dalam penjualan solar nonsubsidi, perbuatan para terdakwa telah memperkaya 14 korporasi lainnya senilai Rp 2,54 triliun.
Dengan demikian, kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus tersebut sebesar Rp 285,18 triliun. JPU memerinci kerugian negara meliputi kerugian keuangan negara sebesar 2,73 miliar dolar AS dan Rp 25,44 triliun, kerugian perekonomian negara R p171,99 triliun, serta keuntungan ilegal 2,62 miliar dolar AS.
Kerugian keuangan negara dimaksud terdiri atas 5,74 miliar dolar AS dalam pengadaan impor produk kilang atau BBM serta Rp 2,54 triliun dalam penjualan solar nonsubsidi selama periode 2021-2023.
Sementara, kerugian perekonomian negara merupakan kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut serta keuntungan ilegal didapat dari selisih antara harga perolehan impor BBM yang melebihi kuota dengan harga perolehan minyak mentah dan BBM dari pembelian yang bersumber di dalam negeri.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?