Komnas HAM Minta Pejabat Publik Hati-hati Menyampaikan Pernyataannya Soal Tragedi Kelam dalam Sejarah Bangsa

17 Jun 2025

IVOOX.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyerukan agar seluruh pejabat publik berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan terkait peristiwa-peristiwa kelam dalam sejarah bangsa, terlebih yang sudah melalui proses investigasi resmi dan pengakuan negara. Pelabelan ulang terhadap sejarah yang menyangkut penderitaan korban berisiko melukai kembali para penyintas dan mencederai proses penyelesaian yang sedang berjalan.

Ketua Komnas HAM RI, Anis Hidayah, menyatakan bahwa pernyataan Menteri Fadli tersebut bertentangan dengan hasil penyelidikan resmi lembaganya yang telah menetapkan peristiwa kerusuhan itu sebagai Pelanggaran HAM Berat.

“Pernyataan Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon yang menyatakan tidak ada perkosaan dalam Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 tidak tepat,” kata Anis Hidayah dalam pernyataan resmi yang diterima ivoox.id Senin (16/6/2025).

Komnas HAM menjelaskan bahwa pada Maret 2003, lembaga tersebut telah membentuk Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Berat untuk menyelidiki peristiwa 13-15 Mei 1998. Tim ini bekerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan telah merampungkan penyelidikannya pada September 2003.

Hasil penyelidikan tersebut menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM yang berat, khususnya dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 UU Nomor 26 Tahun 2000. Tindak kejahatan yang tercatat dalam laporan itu meliputi pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, persekusi, serta kekerasan seksual termasuk perkosaan.

Komnas HAM juga mengingatkan bahwa pada 19 September 2003, mereka telah menyerahkan hasil penyelidikan ini kepada Jaksa Agung selaku penyidik melalui surat resmi.

Lebih lanjut, pemerintah sendiri telah mengakui terjadinya pelanggaran HAM berat dalam kerusuhan tersebut. Pengakuan itu disampaikan Presiden RI pada 11 Januari 2023, setelah menerima Laporan Akhir Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM) yang dibentuk melalui Keppres Nomor 17 Tahun 2022. Sebagai tindak lanjut, Presiden mengeluarkan Inpres Nomor 2 Tahun 2023 untuk melaksanakan rekomendasi penyelesaian non-yudisial.

Anis juga menegaskan bahwa pada 11 Desember 2023, keluarga korban peristiwa tersebut telah mulai menerima layanan dari Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta sebagai bentuk pemulihan.

“Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 telah diakui oleh Pemerintah, dan sebagian korban serta keluarga korban telah mendapatkan layanan. Ini menegaskan bahwa kekerasan, termasuk kekerasan seksual, memang terjadi dalam kerusuhan tersebut,” ujar Anis.

Komnas HAM menyerukan agar seluruh pejabat publik berhati-hati dalam menyampaikan pernyataan terkait peristiwa-peristiwa kelam dalam sejarah bangsa, terlebih yang sudah melalui proses investigasi resmi dan pengakuan negara. Menurut Anis, pelabelan ulang terhadap sejarah yang menyangkut penderitaan korban berisiko melukai kembali para penyintas dan mencederai proses penyelesaian yang sedang berjalan.

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong