Mendagri Jelaskan Penyebab Ekonomi Papua Tengah Terpuruk hingga Minus Delapan Persen
IVOOX.id – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan kondisi pertumbuhan ekonomi di Papua Tengah yang mengalami kontraksi cukup dalam hingga mencapai minus delapan persen. Penjelasan itu ia sampaikan seusai rapat bersama Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin, 24 November 2025. Tito menjelaskan bahwa ia mendapat tugas khusus untuk memantau dan menyampaikan laporan pertumbuhan ekonomi daerah secara rutin kepada Presiden, serupa dengan pemantauan inflasi yang dilakukan setiap pekan.
Dalam laporan terbarunya, Tito menyebut Maluku Utara berada di posisi tertinggi untuk pertumbuhan ekonomi nasional. “Saya juga diberikan tugas, kalau inflasi seminggu sekali, sebulan sekali pertumbuhan ekonomi daerah kita bahas. Di mana yang tertinggi, misalnya Maluku Utara,” ujarnya. Namun, ia juga menyoroti daerah yang justru mengalami pertumbuhan negatif, salah satunya Papua Tengah yang mencatat kontraksi hingga minus delapan persen.
Menurut Tito, penurunan tajam tersebut dipicu oleh gangguan produksi dan ekspor di wilayah operasi PT Freeport Indonesia. Ia menuturkan bahwa beberapa kejadian menghambat aktivitas perusahaan yang menjadi penopang utama perekonomian Papua Tengah. “Di antaranya karena adanya ekspor dari Freeport yang tertahan, adanya smelter yang pernah terbakar, kemudian ada longsor yang membuat produksinya mereka menjadi tertahan,” jelasnya. “Itu mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Papua Tengah, Timika mengalami kontraksi minus delapan persen,” ujar Tito.
Selain melaporkan perkembangan ekonomi daerah, Tito juga menyampaikan kondisi inflasi nasional yang disebut masih terkendali. Ia menjelaskan bahwa inflasi year-on-year berada pada angka 2,86 persen, sementara inflasi year-to-date tercatat 2,1 persen. Tito menyebut angka tersebut menunjukkan stabilitas yang cukup baik menjelang akhir tahun. “(Melihat inflasi YoY dan year to date), artinya cukup terkendali baik, terutama sektor pangan juga malah menjadi penyumbang deflasi,” katanya.
Pendapatan Daerah Capai 82 Persen, Dana Pemda di Bank Rp203 Triliun
Sementara, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian melaporkan bahwa realisasi pendapatan daerah secara nasional telah mencapai rata-rata sekitar 80 persen hingga 23 November 2025. Pemerintah menargetkan capaian pendapatan daerah bisa tembus minimal 90 persen hingga akhir tahun. “Daerah-daerah ini pendapatannya sudah mencapai, total semua 552 daerah provinsi, kabupaten, kota, 38 provinsi, rata-rata di angka 82 (persen), 83 (persen). Targetnya di angka di atas 90 persen pendapatan,” ujarnya.
Meski pendapatan menunjukkan tren positif, Tito menilai realisasi belanja daerah justru masih tertinggal. Ia menyebut serapan belanja rata-rata baru mencapai 68 persen, padahal belanja pemerintah daerah memiliki peran penting dalam menggerakkan roda ekonomi masyarakat. “Kami mendorong tentunya belanjanya ya di atas 75 persen, 80 persen lah supaya uang beredar di masyarakat,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, Tito juga menyampaikan keprihatinan Presiden Prabowo mengenai pengendapan dana pemerintah daerah di bank. Ia mengungkapkan besarnya dana yang belum dibelanjakan tersebut. “Beliau tanya kenapa masih ada daerah-daerah yang simpan di bank? Ada totalnya lebih kurang Rp203 triliun dari seluruh gabungan provinsi, kabupaten, kota,” katanya.
Tito menerangkan bahwa salah satu penyebab utama pengendapan dana adalah banyaknya kepala daerah definitif yang baru dilantik pada Februari 2025. Mereka masih dalam proses menyusun struktur organisasi perangkat daerah, sehingga memperlambat kinerja eksekusi anggaran. “Ini terjadi karena satu, Kepala-Kepala Daerah ini banyak yang dilantiknya kan Februari, 20 Februari 2025. Mereka lagi nyusun dalam tanda petik kabinetnya lah, kepala dinas, sekda, dan lain-lain, itu membuat perlambatan,” ujarnya.
Selain itu, ia menyebut sejumlah daerah sengaja menahan anggaran karena tengah menunggu penyelesaian berbagai kontrak pembangunan yang baru rampung pada akhir 2025. Pemerintah daerah juga harus memastikan ketersediaan dana untuk pembayaran gaji serta kebutuhan operasional di awal tahun anggaran berikutnya. “Setelah itu, mereka juga harus persiapan anggaran untuk membayar gaji dan biaya operasional di bulan Januari,” kata Tito.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?