Menteri ATR Bantah Sertifikat Pagar Laut Milik Aguan Batal Dicabut
IVOOX.id – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid membantah SHGB di kawasan pagar laut milik Aguan batal dicabut.
“Sekarang berita-berita di berbagai situs online yang menyatakan bahwa saya batal mencabut SHGB miliknya Pak Aguan yang ada di pinggir Pantai Tangerang. Saya katakan berita itu tidak benar,” ujar Nusron di Jakarta, Minggu (23/2/2025), dikutip dari Antara.
Terkait isu yang berkembang seputar sertipikat tanah, khususnya Hak Guna Bangunan (HGB) di kawasan Pagar Laut Kabupaten Tangerang, dirinya menegaskan bahwa semua sertipikat yang berada di luar garis pantai akan dibatalkan. Hal ini, tidak ada relevansi mengenai siapa yang memiliki sertipikat tersebut.
Sejak awal polemik pagar laut mencuat di masyarakat, Menteri Nusron dengan jelas dan konsisten menyampaikan bahwa terdapat 263 SHGB dan 17 Sertipikat Hak Milik (SHM) dengan total 280 sertipikat.
Diketahui, dari 280 sertipikat tersebut, terdapat 58 sertipikat yang ada di dalam garis pantai dan 222 sertipikat di luar garis pantai.
“Kebijakannya adalah semua yang ada di luar garis pantai, semuanya dibatalkan. Dan sampai saat ini sudah dibatalkan 209 sertipikat,” kata Nusron.
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa masih terdapat 13 sertipikat SHGB lainnya, yang sedang dalam proses penelaahan. Penelaahan tersebut dilakukan karena wilayah di dalamnya terdapat bidang yang separuh masuk garis pantai dan separuhnya lagi di luar garis pantai.
Ke depannya, Nusron berkomitmen untuk terus mengawal jalannya penyelesaian masalah pagar laut, sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
“Kalau memang di dalam garis pantai ada SHGB pemilik sahnya. Kalau memang benar ya tidak dibatalkan. Kalau yang tidak benar semua dibatalkan,” ujarnya.
Sertifikat Pagar Laut di Desa Segarajaya Diduga Diagunkan
Terpisah, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menduga bahwa beberapa sertifikat hak milik (SHM) pada wilayah pagar laut di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, diagunkan ke bank.
“Kami juga sedikit mendapatkan temuan terkait beberapa sertifikat yang ada ini. Ini juga akan terus kami dalami karena info yang kami dapatkan, sertifikat ini pun sekarang ada beberapa yang diagunkan di beberapa bank swasta,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (21/2/2025), dikutip dari Antara.
Terkait siapa pelakunya, Djuhandhani tidak mengungkapkannya. Namun, ia menduga bahwa pelaku telah mendapatkan keuntungan dari mengagunkan SHM.
“Secara proses pidana, kami juga melihat berarti orang-orang ini sudah mengambil keuntungan dari situ,” ucapnya.
Oleh karena itu, penyidik akan mendalami lebih lanjut agar statusnya bisa segera dinaikkan dari penyelidikan ke penyidikan.
Adapun penyidik Dittipidum telah memeriksa 19 saksi dalam kasus ini, di antaranya adalah pegawai Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi, perangkat RT/RW Desa Segarajaya, mantan Kepala Desa (Kades) Segarajaya, dan Kades Segarajaya yang saat ini menjabat, Abdul Rosyid.
Djuhandhani juga mengungkapkan bahwa pihaknya telah turun langsung ke lokasi pagar laut di Desa Segarajaya untuk mengecek kondisi fisik pagar.
Untuk langkah selanjutnya, kata dia, penyidik akan memeriksa beberapa pihak dari kementerian/lembaga serta instansi pemerintah untuk mengetahui soal penerbitan sertifikat kepada masyarakat.
Diketahui, Dittipidum Bareskrim Polri tengah menyelidiki dugaan pemalsuan surat dan/atau pemalsuan akte otentik dan/atau penempatan keterangan palsu ke dalam akte otentik dalam 93 SHM di Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, pada sekitar tahun 2022.
Laporan tersebut diajukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dengan laporan polisi nomor LPB/64/2/2025 SPKT/BARESKRIM POLRI.
Dari hasil pemeriksaan sejumlah saksi, penyidik menemukan dugaan modus operandi yang digunakan oleh pelaku, yakni mengubah data 93 SHM.
“Diduga para pelaku mengubah data subjek atau nama pemegang hak dan mengubah data objek atau lokasi yang sebelumnya berada di darat, menjadi berlokasi di laut dengan jumlah yang lebih luas dari aslinya,” kata Djuhandhani.
Diubahnya data tersebut, kata dia, dilakukan setelah sertifikat asli atas nama pemegang hak yang sah, diubah menjadi nama pemegang hak baru yang tidak sah.
Selain nama, terduga pelaku juga mengubah data luas tanah dan lokasi objek sertifikat. Perubahan luas tanah secara ilegal itu menyebabkan adanya pergeseran wilayah yang sebelumnya di darat, menjadi di laut.
“Jadi, sebelumnya sudah ada sertifikat. Kemudian, diubah dengan alasan revisi di mana dimasukkan, baik itu perubahan koordinat dan nama, sehingga ada pergeseran tempat dari yang tadinya di darat bergeser ke laut dengan luasan yang lebih luas,” terangnya.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?