Menteri HAM Dinilai Belum Optimal Tangani Dugaan Pelanggaran di PSN Pulau Rempang
IVOOX.id – Kinerja Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mendapat kritik karena dinilai belum melakukan langkah konkret penanganan dugaan pelanggaran HAM yang terjadi dalam proyek strategis nasional (PSN), termasuk di Pulau Rempang.
Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, menyoroti bahwa dalam lima tahun terakhir, berbagai PSN memicu dugaan pelanggaran HAM, mulai dari kekerasan oleh aparat, ancaman, hingga teror terhadap masyarakat yang terdampak. Namun, menurutnya, belum ada kebijakan nyata dari Menteri HAM untuk menyelesaikan permasalahan ini secara serius.
"Protes masyarakat terhadap PSN sering kali berujung pada tindakan represif. Hak mereka untuk menyampaikan pendapat justru dihadapi dengan kekerasan. Apakah memang proyek strategis harus dilakukan dengan cara seperti ini?" ujar Mafirion dalam keterangan tertulis yang diterima ivoox.id, Sabtu (8/2/2025).
Berdasarkan data yang ia paparkan, dalam periode 2019-2023 terdapat 101 orang mengalami luka, 204 orang ditangkap, dan 64 orang menjadi korban kekerasan psikologis akibat konflik terkait PSN. Ia menilai bahwa mayoritas korban berasal dari kelompok masyarakat yang menolak penggusuran dan merasa dirugikan oleh proyek tersebut.
Lebih lanjut, Mafirion juga menyoroti keterlibatan aparat dalam dugaan pelanggaran HAM ini. Ia menyebutkan bahwa setidaknya 36 anggota kepolisian, 48 personel TNI, serta 30 pejabat pemerintah daerah diduga terlibat dalam kasus-kasus tersebut. "Seharusnya ini menjadi prioritas bagi Kementerian HAM agar dapat dituntaskan sesuai prosedur yang berlaku," katanya.
Salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah konflik di Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Ribuan warga setempat menolak untuk direlokasi akibat proyek pengembangan kawasan tersebut, namun mereka justru menghadapi penggusuran paksa. Setidaknya 7.500 warga dipaksa meninggalkan tempat tinggal mereka, yang menurut Mafirion, menyebabkan mereka kehilangan akar sosial dan budaya yang telah terjalin turun-temurun.
"Penggusuran paksa ini seharusnya menjadi perhatian utama Kementerian HAM. Masyarakat Rempang berhak mendapatkan perlindungan, bukan justru diabaikan," ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa berdasarkan ketentuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), penggusuran paksa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat karena berdampak pada hak dasar manusia, termasuk hak atas tempat tinggal, makanan, air, kesehatan, pendidikan, serta keamanan.
"Pernahkah kita membayangkan bagaimana rasanya jika kampung yang kita tinggali turun-temurun tiba-tiba harus ditinggalkan begitu saja? Apakah itu bisa diterima dengan akal sehat?" ujarnya.
Sebagai solusi, Mafirion meminta agar Kementerian HAM lebih proaktif dalam menengahi konflik antara masyarakat dan pihak yang berkepentingan dalam PSN. Ia mendesak Menteri HAM untuk turun langsung ke Pulau Rempang dan berdialog dengan warga yang terdampak.
"Saya berharap Pak Menteri bisa kembali pada jati diri sebagai pejuang HAM, mengingatkan pemerintah bahwa pembangunan harus dilakukan untuk kesejahteraan rakyat, bukan di atas penderitaan mereka," katanya.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?