Mulai Beroperasi, Pakar Nilai Layanan BisKita di Bodetabek Bisa Diperluas
IVOOX.id - Program layanan BisKita yang digagas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) sejak 2021 untuk memperbaiki kondisi angkutan umum di kawasan Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) berpotensi diperluas. Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menyatakan optimisme terkait pengembangan layanan ini.
"Biskita Trans Depok akan mulai beroperasi 15 Juli 2025, melayani sepanjang 34 kilometer dan melintasi 45 pemberhentian dari Terminal Margonda (Kota Depok) menuju Stasiun LRT Harjamukti dan sebaliknya. Diharapkan dengan adanya BisKita Trans Depok dapat menambah keinginan warga menggunakan transportasi publik," ujar Djoko dalam siaran pers yang diterima IVOOX Sabtu (13/7/2024).
BisKita adalah upaya BPTJ untuk menangani masalah angkutan umum di Bodetabek yang mayoritas kendaraannya sudah berusia lebih dari 10 tahun dan semakin ditinggalkan oleh penumpang. Hingga tahun 2024, layanan BisKita baru mencakup Trans Pakuan di Bogor (Desember 2021), Trans Patriot di Bekasi (Maret 2024), dan Trans Depok di Depok (Juli 2024). Kota Tangerang sebelumnya juga memiliki layanan angkutan umum TAYO yang didanai oleh APBD.
Djoko menjelaskan bahwa berdasarkan data dari Badan Pengelola Taperum yang dihimpun BPTJ pada April 2024, ada 1.951 kawasan perumahan di Bodetabek. Dari jumlah tersebut, 128 lokasi (6,5 persen) termasuk kategori perumahan kelas atas yang tidak diberikan layanan angkutan umum subsidi. Sementara itu, 1.817 perumahan lainnya di Bodetabek masih belum memiliki akses ke layanan transportasi umum.
"Tempat tinggal sebagai bangkitan perjalanan tidak dilayani angkutan umum. Beban masyarakat, khususnya generasi muda, saat ini cukup berat dalam menjangkau hunian. Selain harus membeli rumah yang harganya semakin mahal, juga harus membeli kendaraan bermotor," kata Djoko. "Pasalnya, kawasan perumahan yang ditempati tidak memiliki fasilitas transportasi umum menuju tempat kerja." Ujarnya.
Djoko menambahkan bahwa subsidi operasional dan pembenahan angkutan umum perkotaan dengan APBN sudah diterapkan di 14 kawasan perkotaan. Namun, dari 416 kabupaten dan 98 kota di Indonesia, alokasi APBN dan APBD baru terealisasi di 9 kota dan 9 provinsi, atau kurang dari 5 persen. Bodetabek, dengan APBD yang relatif tinggi, perlu mengikuti jejak kota-kota lain seperti Padang, Pekanbaru, Semarang, Surakarta, dan Banjarmasin yang telah mengalokasikan dana untuk operasional angkutan umum.
Sebagai langkah awal, Kementerian Perindustrian telah memesan 552 bus listrik dari Program Insentif Kendaraan Listrik senilai Rp 12,3 triliun untuk dioperasikan di 1.824 perumahan kelas menengah dan bawah di Bodetabek.
"Membenahi angkutan umum jangan berhenti hanya di Kementerian Perhubungan. Keikutsertaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Dalam Negeri diperlukan. Alokasi anggaran dari Kementerian Keuangan untuk keberlangsungannya dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK) juga dinilai penting," kata Djoko.
Kelembagaan pengelolaan angkutan di Bodetabek juga perlu diperhatikan, misalnya dengan pembentukan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk memudahkan pengelolaan dan pendanaan. Dengan adanya BLUD, pengelolaan armada bus dapat lebih fleksibel dan segera dioperasikan ketika ada bantuan dari pihak luar.
Djoko juga menyarankan agar subsidi layanan angkutan umum di wilayah Bodetabek bisa diberikan oleh Provinsi DKI Jakarta, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24 ayat 2 (f) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
"Harus ada dana khusus dari pemerintah. Namun, sebelum itu, daerah harus berupaya terlebih dahulu," ujar Djoko.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?