Pakar Transportasi Sebut Anggaran Jadi Masalah Utama Rencana Reaktivasi Rel Kereta di Jawa Barat

23 Apr 2025

IVOOX.id – Rencana untuk mengaktifkan kembali sejumlah jalur kereta api di wilayah Jawa Barat kembali mencuat ke permukaan. Wacana ini sebelumnya juga sempat diusulkan oleh Gubernur Jawa Barat terdahulu, Ridwan Kamil. Kini, Gubernur Dede Mulyadi menyatakan niatnya untuk merealisasikan reaktivasi seluruh jaringan rel di provinsinya. Namun, seperti sebelumnya, rencana ini tetap menghadapi tantangan utama: ketersediaan anggaran.

Akademisi Program Studi Teknik Sipil Universitas Katolik Soegijapranata sekaligus Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menilai bahwa kendala klasik dalam reaktivasi jalur rel ini masih belum berubah. “Rencana reaktivasi sejumlah jalur rel di Jawa Barat bukan hal baru. Namun tidak berjalan maksimal, lantaran tidak didukung anggaran yang mencukupi,” ujar Djoko kepada ivoox.id Rabu (23/4/2025).

Hingga saat ini, hanya satu lintasan yang berhasil dibangun ulang, yaitu jalur Cibatu–Garut sepanjang 19,3 kilometer. Proyek ini didanai oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) dan telah kembali beroperasi sejak 22 Maret 2022, setelah proses pembangunan yang dimulai pada 2019. Jalur ini sempat berhenti beroperasi sejak tahun 1983, dan kini kembali dihidupkan untuk mendukung mobilitas masyarakat serta potensi ekonomi dan pariwisata daerah Garut.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian tahun 2010, terdapat 14 jalur kereta api nonaktif di Jawa Barat. Beberapa di antaranya memiliki potensi wisata yang besar, seperti jalur Banjar–Cijulang yang membentang sepanjang 83 kilometer dan menyajikan pemandangan alam eksotik dengan berbagai jembatan serta terowongan bersejarah seperti Terowongan Wilhelmina yang panjangnya lebih dari satu kilometer. Jalur ini dianggap memiliki daya tarik tinggi bagi wisatawan, terutama yang ingin menjelajah wilayah Pangandaran.

Salah satu jalur yang juga menyimpan sejarah penting adalah Cibatu–Garut–Cikajang, yang selesai dibangun pada tahun 1930. Pembangunan jalur ini dahulu disebut sebagai salah satu proyek tersulit karena harus menembus medan pegunungan. Tak heran jika hanya lokomotif bermassa besar seperti CC10, CC50, D14, dan DD52 yang dapat mengaksesnya. Jalur ini tidak hanya mengangkut penumpang, tetapi juga menjadi transportasi vital untuk mengangkut hasil perkebunan teh dari kawasan Cikajang, yang dikenal sebagai penghasil teh terbesar di Garut.

Namun, merealisasikan reaktivasi jalur-jalur ini bukan perkara mudah. Djoko Setijowarno menekankan bahwa pembangunan rel bukan hanya soal membangun kembali infrastruktur fisik, tapi juga berkaitan dengan relokasi masyarakat yang kini menghuni jalur rel yang lama. “Membangun jaringan rel yang sudah lama tidak dioperasikan, tidak hanya menganggarkan untuk pekerjaan fisik semata. Sejumlah lintas dan stasiun sudah ditempati menjadi permukiman warga setempat,” jelas Djoko. Ia juga menyarankan agar proyek ini melibatkan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman dalam hal penyediaan tempat tinggal baru bagi warga terdampak, yang lokasinya idealnya tidak jauh dari tempat tinggal semula dan tetap mudah diakses oleh angkutan umum.

Selain tantangan sosial, kendala finansial juga tidak bisa diabaikan. Saat ini, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Perhubungan tengah melakukan efisiensi besar-besaran dengan memangkas anggaran lebih dari 50 persen. Di sisi lain, kemampuan anggaran dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga terbatas, mengingat masih banyak infrastruktur dasar seperti jalan di daerah pelosok yang belum layak dan bahkan tidak bisa dilewati kendaraan saat musim hujan.

“Tidak bisa mengandalkan swasta untuk membangun jalan rel. Selain investasi mahal, juga pemerintah harus memberikan dukungan operasional nantinya. Tanpa adanya dukungan operasional, pihak swasta tidak tertarik,” kata Djoko. Ia menambahkan bahwa model pembangunan jalur rel tidak seperti jalan tol, yang secara otomatis menarik investor karena adanya regulasi kenaikan tarif dan jaminan pemakaian sarana oleh publik.

Reaktivasi rel di Jawa Barat sejatinya bukan hanya soal nostalgia atau romantisme masa lalu. Jalur-jalur ini menyimpan potensi besar untuk menghidupkan ekonomi daerah, memperlancar distribusi hasil pertanian, dan membuka akses wisata baru. Namun, tanpa dukungan anggaran yang konkret dan terencana, cita-cita ini berisiko menjadi wacana kosong belaka.

Djoko berharap reaktivasi jalur rel ini benar-benar diwujudkan, bukan sekadar menjadi janji atau sekadar “omon-omon” belaka. Pemerintah perlu menunjukkan keseriusannya, baik dalam hal pembiayaan, perencanaan sosial, maupun sinergi antar lembaga, demi membuka kembali konektivitas transportasi yang bersejarah dan berdampak nyata bagi masyarakat Jawa Barat.

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong