Peneliti Sebut Kesepakatan Dagang AS-Indonesia Soal Tarif Dikhawatirkan Tekan Petani Lokal
IVOOX.id – Peneliti dari Third World Network (TWN), Lutfiyah Hanim, mengungkapkan bahwa produk pertanian asal Amerika Serikat (AS) cenderung lebih murah karena adanya subsidi besar-besaran dari pemerintahan Donald Trump, mencapai 20 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 325 triliun setiap tahunnya.
Dengan besarnya anggaran tersebut, produk pertanian dari AS menjadi sangat kompetitif di pasar global, termasuk di Indonesia. Hanim menyampaikan bahwa produksi yang melimpah akibat subsidi akan mengarah pada ekspor besar-besaran, dan pada akhirnya menekan harga pasar internasional.
"Dengan subsidi ini, itu akan melimpah produksinya, kalau melimpah dia akan diekspor. Nah, kalau melimpah dia akan menurunkan harga internasional. Ini telah berdampak buruk, dan sudah terbukti," ujar Hanim dalam sebuah webinar publik pada Selasa (22/7/2025).
Ia menambahkan bahwa selain subsidi, penghapusan tarif impor dari AS turut menekan industri pertanian dalam negeri. Produk pertanian dari AS bisa dijual dengan harga lebih murah karena mendapat subsidi, dan ketika masuk ke pasar negara lain seperti Indonesia, keunggulan harga itu membuat produk lokal sulit bersaing.
"Industri pertanian di Amerika itu mendapatkan harga yang lebih murah. Dan ketika diekspor, dia juga lebih kompetitif. Ini yang paling (menekan), dengan tarif sudah tersingkir apalagi tanpa tarif," ujarnya.
Hanim mencontohkan kasus kedelai impor asal AS yang membuat petani lokal kehilangan daya saing. Walaupun selisih harga dengan kedelai lokal tidak terlalu besar, masyarakat cenderung memilih produk impor karena harganya dianggap lebih murah dan ketersediaannya lebih stabil.
“Padahal kalau dilihat dari struktur biayanya, kedelai impor itu tidak murni lebih murah. Dia dibantu subsidi besar-besaran, ini harusnya menjadi keprihatinan kita,” katanya.
Ia juga menyebutkan bahwa isu pengurangan subsidi pertanian oleh negara maju sebenarnya sudah lama dibahas dalam forum WTO, namun belum menunjukkan kemajuan berarti. Negara-negara seperti AS dan Uni Eropa tetap mempertahankan kebijakan subsidi yang kuat untuk sektor pertanian mereka.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa kebijakan subsidi pertanian AS kerap berubah tergantung pada prioritas musiman. Ketika pemerintah AS memutuskan memfokuskan pada komoditas seperti jagung, maka subsidi terhadap kedelai akan berkurang. Hal ini berdampak pada harga kedelai di Indonesia, yang sebagian besar berasal dari impor.
"Misalnya, tahun-tahun tertentu dia akan memfokuskan pada jagung. Dia mau produksi etanol. Maka, kemudian subsidi untuk kedelai itu diturunkan. Akibatnya, karena di kita, di Indonesia, itu sudah tergantung dengan kedelai impor. Maka, harga kedelai menjadi naik," kata Hanim.
Dalam perjanjian dagang terbaru, Presiden Trump menetapkan tarif impor sebesar 19 persen untuk produk ekspor dari Indonesia ke AS. Ini merupakan penurunan dari tarif sebelumnya yang sebesar 32 persen. Namun sebagai bagian dari kesepakatan, AS akan mendapatkan akses tanpa tarif terhadap berbagai sumber daya dari Indonesia, termasuk tembaga.
"Kami tidak akan membayar tarif apa pun, mereka memberi kami akses yang sebelumnya tidak pernah kami miliki. Itu mungkin bagian terpenting dari kesepakatan ini. Bagian lainnya, mereka akan membayar 19 persen, sementara kami tidak membayar apa pun," ujar Trump.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?