Perempuan dan Kemacetan

21 Apr 2025

IVOOX.id - Sejak 1960-an pemerintah mengijinkan dilakukannya impor kendaraan ke Indonesia.

Hal ini didorong adanya kebutuhan untuk meningkatkan transportasi darat bagi wilayah-wilayah yang terpencil hingga akhirnya muncullah kebutuhan akan mobil serta motor pribadi. Hingga tahun 2021 investasi dari sisi otomotif meningkat mencapai Rp 71,35 trilyun dengan melibatkan 22 perusahaan otomotif.

Tentu saja angka tersebut sebanding dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar. Namun berbanding terbalik dengan ruas jalan di Indonesia dan sejauh mana pembangunan serta pemeliharaan jalan tersebut menyentuh sisi terjauh republik ini.

Berbicara perempuan, tentunya berbicara perempuan Indonesia yang masih menderita akibat beban ganda. Beban untuk pengurusan keluarga (beban domestic) dan beban mencari nafkah (beban public).

Artinya mobilitas perempuan membutuhkan sarana prasana transportasi yang memadai. Hal ini untuk menghindari kelelahan mental dan habisnya waktu mereka di jalan. Di sinilah pentingnya peran transportasi bagi perempuan. Sayangnya kebutuhan tersebut tidak diimbangi oleh keamanan serta kenyamanan lalu lintas.

Belum lagi kita masih berkutat dalam pemikiran patriarki. Contohnya adalah salah satu responden riset saya, seorang perempuan pengemudi ojek online. Dia bercerita bahwa salah satu pelanggannya karena merasa tidak nyaman dibonceng perempuan sehingga pelanggan tersebut minta bertukar tempat. Mungkin ibu Kartini akan turut tersenyum geli melihat perilaku ini.

Berdasarkan survey ILO dan Katadata 2023, ternyata di Indonesia sebesar 79,3 persen perempuan mengalami beban ganda dan uniknya sebagian besar mereka (67,3 persen) tidak pernah merasa bahwa waktu perawatan itu tanpa batas.

Kerja perawatan ini berkaitan dengan merawat anak, pasangan yang sakit, atau orang tua. Artinya pekerjaan ini seakan-akan sudah menjadi tugas wajib perempuan dibandingkan laki-laki.

Bayangkan jika dalam menjalankan tugas perawatan ini perempuan harus menempuh jarak perjalanan yang panjang dan macet. Dari kantor menuju rumah lalu menuju lokasi pusat kesehatan.

Saat ini kemacetan menjadi sebuah fenomena biasa bagi masyarakat kota besar di Indonesia. Di balik fakta tersebut sebetulnya ada fakta yang menyakitkan bagi warga Bandung, karena Bandung termasuk dalam jajaran kota termacet di dunia versi Tomtom Traffic Index 2024 mengalahkan Jakarta dan Surabaya.

Dengan waktu tempuh rata-rata 32 menit per 10 KM tentunya warga Bandung akan mengalami kerugian waktu 111 jam per tahun. Jika hal ini terjadi artinya waktu yang bisa dimanfaatkan untuk hal-hal yang lebih produktif sangat jauh berkurang.

Warga Bandung tentuya sudah hafal letak titik-titik kemacetan di wilayah Bandung dan sekitarnya. Demikian juga jika akhir minggu rata-rata warga Bandung memilih beraktivitas di rumah atau menghindari bepergian jarak jauh demi menghindari kemacetan. Kemacetan ini selain ditimbulkan oleh banyaknya jumlah kendaraan yang berlalu lalang juga dikarenakan pengaturan lalu lintas yang buruk.

Contohnya saja ada lampu lalu lintas yang viral akhir-akhir ini karena lamanya durasi saat berhenti. Sindiran-sindiran halus ini pun masih terus bersliweran di medsos terkait buruknya lalu lintas kota Bandung.

Sumber kemacetan lainnya adalah pasar. Beberapa pasar di kota Bandung masih meluber hingga ke jalan raya sehingga macet pun tak terhindarkan. Belum lagi even-even dadakan yang terkadang mengambil jatah badan jalan.

Anehnya trotoar di Indonesia ini sangat tidak memadai sehingga orang malas berjalan kaki. Alih-alih milik pejalan kaki malah menjadi jalan pengguna motor. Di negara tetangga trotoar menjadi prioritas. Demikian pula dengan tempat-tempat penyeberangan.

Meningkatnya pengguna motor merupakan indikasi buruknya transportasi umum di Indonesia. Menurut Korlantas Polri, tahun lalu jumlah motor hampir menyaingi jumlah populasi penduduk Indonesia. Jumlah motor hampir 140 juta unit sementara jumlah penduduk Indonesia 275 juta. Bisa dipahami jika rata-rata rumah tangga memiliki 2-3 motor.

Sebetulnya menurut pengamatan dan hasil wawancara dengan pengemudi kendaraan umum, perempuan dan anak-anak sekolah merupakan pangsa pasar transportasi umum. Selain aturan pengajuan SIM yang menentukan batas usia, tentunya sangat berbahaya jika membawa balita dan anak-anak dengan menggunakan motor roda dua.

Mobil masih termasuk barang mewah bagi sebagian masyarakat kita sehingga perempuan dengan penghasilan yang memadai atau support keluarga tertentu saja yang mampu membawa mobil sebagai pilihan moda transportasi hariannya. Artinya mulai dari mengantar dan jemput sekolah, les, berobat, berbelanja, dan mengantar acara-acara keluarga sampai acara sosial lainnya.

Sedangkan bagi sebagian besar masyarakat tertentu masih mengandalkan transportasi umum dengan kegiatan yang sama. Oleh karena itu untuk mengatasi kemacetan yang ujung-ujungnya mengganggu kehidupan bersama, pemerintah daerah dan pusat perlu duduk bersama membahas masalah ini.

Korban utama dari keruwetan lalu lintas dan akibat buruknya trasnportasi umum adalah perempuan. Perempuan pekerja sudah jelas setiap hari turut menghirup karbonmonoksida dari knalpot-knalpot yang mengantri macet. Selain itu waktu tempuh para perempuan pekerja menjadi lebih lama yang seharusnya mereka bisa membantu putra-putrinya di rumah belajar dan mempersiapkan diri untuk sekolah keesokan harinya, menjadi berkurang.

Perempuan yang menggunakan transportasi publik termasuk mereka yang rentan pelecehan, baik cat calling maupun pelecehan lainnya. Solusi dengan memberikan gerbong perempuan atau tempat duduk perempuan, pada praktiknya juga masih belum memadai.

Perlu dipahami juga bahwa tingkat stres yang tinggi akan mengganggu kesehatan mental dan reproduksi perempuan. Tentu saja ujung-ujungnya perempuan yang dianggap mandul akan lebih rentan mengalami perceraian. Kembali, perempuan yang dirugikan.

Di negara yang masih berjiwa kolonial ini, memperjuangkan hak-hak perempuan adalah kewajiban bersama. Perempuan memiliki hak yang sama sebagai warga negara dan sudah diperjuangkan sejak era Kartini. Negeri ini membutuhkan perempuan yang sehat, berpendidikan, dan kreatif dalam mengelola keluarga yang baik sehingga bisa melahirkan generasi yang hebat seperti mimpi Indonesia Emas 2045.


Penulis: Roro Retno Wulan

Dosen S2 Ilmu Komunikasi Telkom University

Komentar

Mungkin nanti akan ada pesawat personal Khusus perempuan, kemacetan bisa terhindar dalam sekejap, sehingga waktu untuk perawatan dan tugas menjadi calon Ibu dan Ibu semakin berlimpah.

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong