Raja Ampat: Surga Hayati yang Terancam

07 Jun 2025

IVOOX.id – Kabupaten Raja Ampat, yang kini menjadi pusat perhatian karena ancaman tambang nikel, merupakan wilayah yang kaya akan sejarah dan keanekaragaman hayati.

Data di papuabarat.bpk.go.id menyebutkan, Raja Ampat kini terdiri dari 11 distrik dan lebih dari 80 kampung. Berasal dari struktur pemerintahan tradisional empat raja (Kalano Muraha), Raj Ampat memiliki luas wilayah 6.084,5 km persegi dan sebagian besar wilayahnya berupa laut.

Sementara itu, laman rajaampatkab.go.id memaparkan bahwa perairan Raja Ampat dikenal sebagai salah satu kawasan laut paling kaya di dunia. Menurut data dari LIPI dan sejumlah lembaga internasional seperti Conservation International, wilayah ini menjadi rumah bagi lebih dari 540 jenis karang keras—setara dengan 75% dari total spesies karang dunia. Selain itu, terdapat lebih dari 1.000 jenis ikan karang dan ratusan spesies moluska serta satwa endemik seperti Eviota raja.

Ahli karang asal Australia, Dr. John Veron, menyebut Raja Ampat sebagai kawasan dengan karang terbaik di Indonesia. Kawasan seperti Selat Dampier, Kepulauan Misool Tenggara, dan Kepulauan Wayag memiliki tingkat penutupan karang hidup mencapai 90 persen.

Secara geografis, Raja Ampat mencakup lebih dari 610 pulau dengan garis pantai sepanjang 753 km. Wilayah ini juga telah ditetapkan sebagai global geopark oleh UNESCO.

Selain potensi wisata, pemerintah setempat pernah merencanakan pengembangan sektor pertambangan di beberapa pulau seperti Salawati, Waigeo, dan Gag. Namun rencana tersebut menuai sorotan karena tumpang tindih dengan kawasan konservasi dan keberadaan masyarakat adat yang bergantung pada kelestarian lingkungan.

Sorotan antara lain datang dari Greenpeace. Organisasi ini menyoroti dampak pertambangan nikel terhadap lingkungan di Raja Ampat, termasuk pembabatan hutan, pencemaran sumber air, dan udara.

Aktivis Greenpeace Indonesia bersama empat orang muda Papua dari Raja Ampat menggelar aksi damai saat berlangsungnya "Indonesia Critical Minerals Conference 2025" di Jakarta. Mereka menyuarakan penolakan terhadap dampak buruk pertambangan dan hilirisasi nikel yang dinilai membawa nestapa bagi lingkungan hidup dan masyarakat.

Aktivis Greenpeace Indonesia membentangkan banner bertuliskan “Nickel Mines Destroy Lives” (Tambang Nikel Menghancurkan Kehidupan) saat Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno memberikan sambutan di acara Indonesia Indonesia Critical Minerals Conference 2025 hari ini di Jakarta. (Dhemas Reviyanto/Greenpeace)

Aktivis Greenpeace Indonesia membentangkan banner bertuliskan “Nickel Mines Destroy Lives” (Tambang Nikel Menghancurkan Kehidupan) saat Wakil Menteri Luar Negeri Arief Havas Oegroseno memberikan sambutan di acara Indonesia Indonesia Critical Minerals Conference 2025 hari ini di Jakarta. (Dhemas Reviyanto/Greenpeace)


Saat Wakil Menteri Luar Negeri, Arief Havas Oegroseno, menyampaikan sambutan, para aktivis membentangkan banner bertuliskan “What’s the True Cost of Your Nickel?”, serta spanduk dengan pesan “Nickel Mines Destroy Lives” dan “Save Raja Ampat from Nickel Mining.” Aksi ini juga berlanjut di area pameran luar ruangan, di mana berbagai pesan protes kembali terpampang di antara gerai dan pengunjung konferensi.

Greenpeace menyoroti dampak pertambangan nikel terhadap lingkungan, termasuk pembabatan hutan, pencemaran sumber air dan udara, serta kontribusi terhadap krisis iklim akibat penggunaan PLTU captive. Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menyatakan, saat pemerintah dan oligarki tambang membahas bagaimana mengembangkan industri nikel dalam konferensi ini, masyarakat dan Bumi kita sudah membayar harga mahal.

“Industrialisasi nikel... telah menghancurkan hutan, tanah, sungai, dan laut di berbagai daerah... Kini tambang nikel juga mengancam Raja Ampat, Papua, tempat dengan keanekaragaman hayati yang amat kaya yang sering dijuluki sebagai surga terakhir di bumi,” terangnya, dalam keterangan resmi, diakses Jumat (6/6/2025).

Dari investigasi Greenpeace di lapangan tahun lalu, ditemukan aktivitas tambang di Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran—ketiganya merupakan pulau kecil yang seharusnya dilindungi dari aktivitas pertambangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014. Menurut analisis Greenpeace, eksploitasi nikel di ketiga pulau ini telah menyebabkan pembabatan lebih dari 500 hektare hutan dan vegetasi alami, serta sedimentasi yang berpotensi merusak terumbu karang dan ekosistem laut.

Ancaman juga menghampiri Pulau Batang Pele dan Manyaifun, yang terletak sekitar 30 kilometer dari ikon wisata Raja Ampat, Piaynemo. Ronisel Mambrasar dari Aliansi Jaga Alam Raja Ampat menyatakan kekhawatirannya:

“Raja Ampat sedang dalam bahaya karena kehadiran tambang nikel di beberapa pulau, termasuk di kampung saya di Manyaifun dan Pulau Batang Pele. Tambang nikel mengancam kehidupan kami... mengubah kehidupan masyarakat yang sebelumnya harmonis menjadi berkonflik,” lanjut pernyataan resmi Greenpeace.

Seruan Melalui Petisi: "Selamatkan Surga Terakhir"

Greenpeace Indonesia mengajak masyarakat luas untuk bergabung dalam petisi daring guna mendesak pemerintah mencabut izin pertambangan nikel, khususnya di wilayah Raja Ampat. Dalam kampanyenya, Greenpeace menekankan bahwa kawasan ini merupakan "sepenggal surga di timur Indonesia" yang kini terancam oleh industri tambang.

Dalam petisi tersebut disebutkan, “Karena tambang nikel, Raja Ampat terancam kehilangan daya tariknya. Ada pulau kecil yang sudah dikeruk, ada hutan yang sudah dibabat. Tak lama lagi sumber air akan tercemar. Kehidupan bawah laut akan rusak. Masyarakat setempat akan kehilangan sumber kehidupan mereka.”

Greenpeace mengajak publik untuk mempertanyakan nilai yang dibayar dari eksploitasi sumber daya ini, dengan menyatakan: “Apakah semua ini harga yang harus dibayar demi penambangan nikel?”

Kampanye digital ini menjadi bagian dari upaya memperkuat suara masyarakat dan komunitas lokal dalam menyelamatkan Raja Ampat dari eksploitasi lebih lanjut.


Penulis: Diana

Kontributor

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong