Sikap Komite Keselamatan Jurnalis Terkait Penetapan Tersangka Direktur Pemberitaan Jak TV
IVOOX.id – Komite Keselamatan Jurnalis memberikan respons terkait penetapan tersangka Tian Bahtiar (TB), Direktur Pemberitaan Jak TV oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Diketahui Tian ditetapkan tersangka bersama dua orang lainnya lantaran diduga melakukan permufakatan jahat untuk mengganggu penanganan sejumlah perkara.
"Kejagung menilai bahwa para tersangka berupaya membuat narasi negatif melalui publikasi sejumlah berita untuk mengganggu konsentrasi penyidik. Sejumlah konten publikasi pemberitaan tersebut telah dihapus dan sudah tidak dapat diakses oleh publik," ujar Koordinator KKJ, Erick Tanjung dalam siaran pers yang diterima ivoox.id Rabu (23/4/2025).
Koordinator KKJ, Erick Tanjung mengatakan publikasi pemberitaan media yang dinilai digunakan oleh aparat penegak hukum sebagai alat untuk merintangi dan menghalangi proses hukum (obstruction of justice) tersebut menimbulkan kekhawatiran bagi para jurnalis, perusahaan media serta kelompok masyarakat sipil lainnya.
Pasalnya kata Erick penghalangan proses hukum (obstruction of justice) harus merupakan tindakan secara langsung/material menghalangi penyidikan, penuntutan dan persidangan. Pemberitaan, opini publik, penyampaian pendapat di muka umum menurut Erick jelas bukanlah tindakan perintangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi.
"Fokus atau tidaknya konsentrasi penyidik akibat membaca pemberitaan media dan penilaian masyarakat dalam kinerja penanganan perkara jelas tidak berhubungan dengan penyidikan dan penuntutan, juga tidak menghalangi penyidikan dan penuntutan. Kami melihat terdapat kesewenang-wenangan kekuasaan di sini," ujar Erick.
Erick mengatakan, konten publikasi yang dimaksud sebagai alat bukti seharusnya bisa diakses publik dan pihak-pihak terkait seperti Dewan Pers agar dapat dinilai apakah konten tersebut melanggar kode etik jurnalistik atau kritik terhadap proses hukum yang sedang berlangsung.
"Selain itu, UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers memiliki mekanisme penyelesaian sengketa Pers yang harus dilalukan melalui Dewan Pers, ketentuan ini bahkan juga tertuang dalam Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kejaksaan Republik Indonesia," katanya.
Di mana kata Erick ketentuan MoU tersebut memandatkan institusi Kejaksaan untuk terlebih dahulu berkoordinasi dan melakukan konsultasi perihal substansi pemberitaan yang digunakan oleh Kejaksaan Agung sebagai alat bukti utama dalam indikasi tindak pidana obstruction of justice.
"Dewan Pers nantinya akan mengeluarkan Penilaian terhadap muatan keseluruhan konten artikel pemberitaan tersebut, dan dapat memberikan petunjuk kepada Aparat Penegak Hukum perihal indikasi pelanggaran etik atau pelanggaran Pidana dalam proses dan muatan penyusunan berita yang disita sebagai alat bukti tersebut," katanya.
Menurut Erick pengabaian atas mekanisme penilaian etik dalam rezim hukum kemerdekaan Pers akan berpotensi mengafirmasi indikasi praktik kriminalisasi terhadap ekosistem kebebasan berekspresi dan kemerdekaan Pers.
"Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) mendukung penuh praktik pemberantasan korupsi secara holistik, sekaligus mendorong Aparat Penegak Hukum untuk menggunakan instrumen hukum pidana yang relevan dalam mekanisme penyelesaiannya," ujarnya.
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menyampaikan sikap terhadap pihak-pihak terkait di antaranya:
1. Kejaksaan Agung untuk melakukan koordinasi langsung dengan Dewan Pers perihal seluruh konten media yang dijadikan sebagai alat bukti sebagaimana ketentuan nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kejaksaan Republik Indonesia.
2. Kejaksaan Agung untuk meninjau ulang penggunaan delik Pidana Obstruction of Justice dan membuka akses atau menjelaskan substansi konten yang dijadikan alat bukti, agar publik dapat menilai apakah konten tersebut memenuhi unsur pidana atau sekadar kritik terhadap proses hukum.
3. Mendesak Dewan Pers segera melakukan pemeriksaan etik terhadap oknum jurnalis yang diduga melakukan pelanggaran, termasuk menelusuri secara menyeluruh karya jurnalistik yang telah dipublikasikan oleh yang bersangkutan. Langkah ini penting agar publik mendapatkan kejelasan dan keadilan, serta untuk memastikan bahwa karya jurnalistik yang beredar benar-benar memenuhi prinsip dasar jurnalisme yang beretika, akurat, dan berpihak pada kepentingan publik.
4. KKJ tetap mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi, namun mendorong agar proses hukum dilakukan secara akuntabel dan proporsional, tanpa melanggar prinsip-prinsip kebebasan pers.
5. Komite Keselamatan Jurnalis mendorong jurnalis dan media bekerja secara profesional dalam melakukan liputan dan memproduksi karya jurnalistik. Jurnalis harus dapat menjaga independensi dalam menjalankan tugas jurnalistik. Setiap jurnalis wajib menaati kode etik jurnalistik termasuk di antaranya tidak boleh menyalahgunakan profesi dan menerima suap.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?