Tambah Kukota FLPP, Kemenkeu Sebut Sektor Perumahan Miliki Efek Tinggi Terhadap Perekonomian

01 Dec 2024

IVOOX.id – Kementerian Keuangan menyampaikan, sektor perumahan memiliki multiplayer effect tinggi terhadap perekonomian. Sektor perumahan memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sangat tinggi 14 hingga 16 persen atau memberikan nilai tambah sebesar Rp 2.349-Rp 2.865 triliun per tahun. 

“Kenapa kebijakan sektor perumahan sangat penting? Karena sektor perumahan ini strategis untuk perekonomian. Kita sadari itu dari awal,” ujar Wamenkeu Suahasil dalam siaran pers, Sabtu (30/11/2024).

Selain itu, menurut Suahasil, sektor ini juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 13,8 juta atau 10,2 persen dari total lapangan kerja tahun 2022. Kontribusi sektor properti terhadap penerimaan pajak pusat 9,3 persen atau Rp185 triliun per tahun. Sektor properti juga menyumbang Rp92 triliun per tahun pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau 31,9 persen.

“Sektor perumahan adalah sektor yang multiplayer perekonomiannya tinggi. Hampir seluruh komponen input perumahan itu batu bata, pasir, cat, tanah, genteng, kayu, dan yang lain hampir semuanya adalah produksi dalam negeri dan ini membuat multiplayer yang tinggi untuk sektor perumahan kita. Karena itu kami memikirkan sektor ini memang harus kita dorong,” kata Suahasil.

Namun demikian, kata Suahasil, terdapat tantangan yang harus dihadapi yaitu backlog hunian yang mencapai 7,4 juta dan backlog kepemilikan 9,4 juta. Karena itu, pemerintah akan membantu mengatasi permasalahan di sektor perumahan tersebut dengan menggunakan dana dari APBN. Namun dia berharap dapat mengaktifkan lebih banyak lagi peran dari ekosistem perumahan, seperti perbankan, pengembang, pasar modal, dan supplier dari bahan-bahan untuk membangun perumahan.

“Uang negara, uang pemerintah, uang APBN akan tetap ada, tetapi kita juga bagaimana uang APBN itu bisa menjadi katalis, memancing partisipasi yang lebih besar dari sektor keuangan Indonesia,” ujar Suahasil.

Lanjut Suahasil, pemerintah memiliki sejumlah instrumen untuk mendukung sektor perumahan, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Instrumen kebijakan tersebut antara lain insentif perpajakan, subsidi bantuan uang muka, dan subsidi selisih bunga. Pihaknya juga sangat relevan terhadap swasembada papan.

“Jadi ini adalah komponen kehidupan masyarakat yang perlu kita cover sejak di perekonomian kita dan kita kerjakan bersama-sama. Kita akan standby terus untuk mendorong sektor perumahan Indonesia bagi masyarakat kita,” kata Suahasil.

Tambah Kuota FLPP

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bakal mengkaji rencana peningkatan kuota Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang diusulkan oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait.

Menteri PKP, atau yang akrab disapa Ara, mengusulkan kuota penyaluran KPR FLPP untuk ditingkatkan dari 200 ribu unit menjadi 800 ribu unit pada tahun depan.

“Kemenkeu menerima rencana peningkatan kuota FLPP dan akan didiskusikan dalam pembahasan RAPBN tahun 2025,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam Dialog Interaktif Seri Kedua: Program 3 Juta Rumah di Jakarta, Jumat (29/11/2024), dikutip dari Antara.

Selain itu, Kemenkeu juga mendukung adanya sumber pendanaan alternatif untuk bisa mendukung pembiayaan jika skema pembiayaan diubah.

“Untuk bisa mendesain ulang FLPP, kita perlu menyesuaikan aturan-aturan yang ada dan penambahan kuota akan masuk ke pembahasan tahun depan karena ada hitungan berapa belanja, penerimaan, dan lain-lain,” ujar dia.

Berdasarkan rencana Kementerian PKP, skema pembagian porsi pembiayaan FLPP akan diubah menjadi 50 persen dari negara dan 50 persen dari perbankan agar tidak membebani keuangan negara, dengan penambahan masa atau tenor kredit menjadi 30 tahun agar angsuran menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat.

Saat ini, pembagian proporsi dukungan FLPP masih 75 persen berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan 25 persen dari perbankan, dan tenor selama 20 tahun.

Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) Nixon LP Napitupulu menyampaikan kenaikan kuota FLPP menjadi 800 ribu unit akan memerlukan lebih dari Rp 70 triliun, jauh lebih besar dari pendanaan FLPP saat ini hampir Rp 30 triliun.

Jika skema pembagian proporsi diubah menjadi 50 persen-50 persen antara APBN dan perbankan, maka BTN memerlukan alternatif sumber pendanaan di luar dana pihak ketiga (DPK) reguler. Salah satunya yakni penerbitan obligasi dan pinjaman luar negeri yang nilainya bisa mencapai sekitar Rp10 triliun hingga Rp12 triliun.

“Selain menyiapkan DPK, kami ingin menerbitkan bonds (obligasi), namun usulan kami adalah supaya obligasi tersebut bisa dijamin pemerintah, sehingga akan lebih murah untuk kami dan size yang didapat bisa lebih besar. Kami juga akan mencari kanal-kanal pinjaman luar negeri dan saat ini kami sedang banyak bertemu dengan investor,” ujar Nixon, dikutip dari Antara. 

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong