Tanggapi Kebijakan Tarif Resiprokal AS, Kadin: Tetap Waspada, Tapi Jangan Tutup Pintu Dialog

05 Apr 2025

IVOOX.id – Menyikapi keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada 2 April 2025 yang berpotensi memicu ketegangan dagang, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyampaikan sikap resminya. Ketua Umum Kadin, Anindya Novyan Bakrie, menyebut bahwa kebijakan tersebut bukan akhir dari hubungan dagang Indonesia-AS, melainkan sebuah "opening statement" atau langkah awal yang masih menyisakan ruang negosiasi.

“Hubungan ekonomi Indonesia-AS bersifat strategis dan saling membutuhkan. Saya yakin, dengan posisi geopolitik dan geoekonomi kita yang kuat, pintu negosiasi tetap terbuka,” ujar Anindya dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Jumat (4/4/2025).

Kadin mendukung langkah pemerintah Indonesia untuk bersiap menghadapi potensi pemberlakuan tarif resiprokal dari AS, termasuk dengan mengirim delegasi tingkat tinggi ke Washington DC untuk membuka jalur dialog langsung.

Anindya juga menekankan pentingnya kerja sama regional, khususnya antarnegara ASEAN yang sama-sama terdampak. Ia menyambut baik langkah pemerintah yang sudah menjalin komunikasi dengan Malaysia sebagai Ketua ASEAN dan menilai bahwa sinergi regional melalui ASEAN dan APEC menjadi kunci dalam menghadapi tekanan dagang dari AS.

Dalam upaya memperkuat komunikasi bilateral, Kadin juga menilai pentingnya penunjukan figur yang dapat berperan sebagai perwakilan diplomatik di AS selama proses pengangkatan duta besar resmi masih berjalan.

Selain itu, Anindya menjelaskan bahwa Kadin akan kembali menjalin komunikasi dengan US Chamber of Commerce. Bahkan, Kadin sudah membangun pondasi kerja sama B2B sejak kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke AS pada November 2024. Sebagai tindak lanjut, Kadin merencanakan kunjungan ke AS pada awal Mei mendatang untuk memperkuat kerja sama bisnis dan menyikapi kebijakan ekonomi AS terbaru.

Namun, Kadin juga mengingatkan bahwa jika AS benar-benar menerapkan tarif impor sebesar 32% terhadap produk Indonesia, dampaknya akan signifikan terhadap neraca perdagangan dan aliran investasi. AS adalah mitra dagang terbesar Indonesia tahun lalu dengan kontribusi surplus lebih dari 16 miliar dolar AS. Produk-produk utama ekspor Indonesia ke AS sebagian besar berupa barang manufaktur bernilai tambah, bukan komoditas mentah.

Kadin juga mencermati bahwa keputusan AS didasarkan pada tuduhan bahwa Indonesia menerapkan tarif hingga 64% terhadap produk AS, seperti yang tertulis dalam laporan National Trade Estimate (NTE) 2025. Oleh karena itu, Anindya mendesak pemerintah untuk membentuk tim klarifikasi guna memverifikasi dan menjawab tuduhan yang dilayangkan AS, terutama dalam hal regulasi perpajakan, tarif impor, cukai, dan lisensi impor komoditas.

Kadin juga menyoroti bahwa dalam situasi seperti ini, Indonesia perlu segera membuka pasar-pasar baru di luar Asia Pasifik, termasuk ke Asia Tengah, Afrika, Turki, Eropa, hingga Amerika Latin. Di sisi lain, peluang kerja sama tetap terbuka, seperti dalam sektor energi, pertahanan, hingga kendaraan listrik dan mineral kritis sektor-sektor yang menjadi perhatian utama AS melalui Inflation Reduction Act (IRA).

Kebijakan Presiden Trump juga dapat memengaruhi pergerakan investasi, baik langsung maupun portofolio. Oleh karena itu, Kadin mendorong pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) khusus AS dan mitra aliansinya sebagai insentif untuk menarik investasi dan relokasi industri, terutama dari Tiongkok.

Menyikapi potensi dampak terhadap tenaga kerja, Kadin juga mengingatkan pentingnya langkah bersama antara pemerintah dan pelaku usaha untuk mencegah terjadinya gelombang PHK, khususnya di sektor alas kaki, tekstil, dan elektronik yang paling rentan terdampak.

“Kalau Trump menyebut 2 April sebagai Hari Pembebasan AS, maka Indonesia juga harus merespons dengan kebijakan pembebasan ekonomi bagi para pelaku usaha di dalam negeri,” ujar Anindya.

Kadin mengapresiasi arahan Presiden Prabowo kepada Kabinet Merah Putih untuk segera menggulirkan paket deregulasi dan perbaikan struktural guna meningkatkan iklim investasi dan daya saing nasional.

Sebagai penutup, Kadin menilai bahwa kebijakan Presiden Trump harus menjadi pemicu konsolidasi antara pemerintah, Bank Indonesia, OJK, dan dunia usaha untuk menjaga stabilitas ekonomi, nilai tukar rupiah, serta menurunkan beban ekonomi yang tercermin dari ICOR Indonesia yang masih tinggi.

“Sekarang saatnya kita bersatu, menjaga kepercayaan pasar, memperkuat ketahanan ekonomi, dan membuka peluang baru di tengah tantangan global,” kata Anindya.

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong