BPS Sebut Gini Ratio Turun, tapi Ketimpangan di Perkotaan Masih Mengkhawatirkan

27 Jul 2025

IVOOX.id – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia atau Gini Ratio pada Maret 2025 sebesar 0,375. Angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan 0,381 pada September 2024 dan 0,379 pada Maret 2024. Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, menyebutkan bahwa angka ini mencerminkan adanya perbaikan dalam distribusi pengeluaran masyarakat secara nasional.

“Pada Maret 2025, Gini Ratio Indonesia 0,375, turun 0,006 poin dari September 2024,” ujar Ateng dalam rilis resmi Statistik yang diterima ivoox.id Sabtu (26/7/2025).

Ateng menjelaskan bahwa Gini Ratio berada dalam rentang antara 0 sampai 1, di mana semakin mendekati angka 1, maka ketimpangan semakin tinggi. “Nilai Gini Rasio ini berada antara 0 sampai dengan 1. Semakin tinggi atau semakin mendekati 1, maka semakin tinggi ketimpangannya,” katanya.

Meski secara nasional menunjukkan penurunan, ketimpangan di wilayah perkotaan masih lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan. Gini Ratio di kota turun dari 0,402 menjadi 0,395, sementara di desa turun dari 0,308 menjadi 0,299.

“Kalau dibandingkan antara Gini Ratio atau ketimpangan pengeluaran antara perkotaan dan pedesaan, maka ketimpangan di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan ketimpangan di pedesaan,” ujar Ateng.

Secara geografis, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan tingkat ketimpangan tertinggi di Indonesia, yaitu mencapai 0,441. Sementara provinsi dengan ketimpangan terendah adalah Kepulauan Bangka Belitung, dengan Gini Ratio sebesar 0,222.

Kelima provinsi dengan tingkat ketimpangan tertinggi adalah DKI Jakarta (0,441), DI Yogyakarta (0,426), Jawa Barat (0,416), Papua Selatan (0,412), dan Papua (0,407). Sedangkan lima provinsi dengan Gini Ratio terendah antara lain Kepulauan Bangka Belitung (0,222), Kalimantan Tengah (0,273), Sumatera Barat (0,276), Maluku (0,281), dan Kalimantan Selatan (0,283).

Dari sisi distribusi pengeluaran, kelompok 40 persen penduduk terbawah hanya menguasai 18,65 persen dari total pengeluaran nasional. Di wilayah perkotaan, kelompok ini menyumbang 17,64 persen, sementara di perdesaan angkanya lebih baik, yakni 21,75 persen.

Meski terjadi perbaikan, Ateng mengingatkan bahwa tantangan ketimpangan struktural masih besar. Menurutnya, kesenjangan akses terhadap pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan perumahan di kota-kota besar masih membayangi dan belum tertangani secara optimal.

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong