Jokowi Sebut Ekspor Sedimen Laut, Pakar Nilai Membahayakan Kelestarian Ekosistem Laut Indonesia.
IVOOX.id – Menjelang akhir masa jabatannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali mengeluarkan kebijakan yang menimbulkan polemik di masyarakat. Yang terbaru adalah pemberian izin ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Kebijakan ini mendapat kritik tajam karena dianggap melanggar kebijakan sebelumnya, di mana Pemerintah Presiden Megawati telah melarang ekspor pasir laut sejak tahun 2003 melalui Surat Keputusan (SK) Menperindag No. 117/MPP/Kep/2/2003 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Jokowi mengklaim bahwa yang diekspor bukanlah pasir laut murni, melainkan hasil sedimentasi laut yang berbentuk campuran tanah dan air. Namun, kritik tetap berdatangan, terutama dari pakar dan aktivis lingkungan yang menilai kebijakan tersebut berisiko besar bagi kelestarian ekosistem laut Indonesia.
Fahmy Radhi, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), turut menyuarakan kekhawatirannya terkait dampak negatif dari ekspor pasir laut. Fahmy menyatakan bahwa penggalian pasir laut dapat memicu kerusakan lingkungan dan ekologi yang serius, termasuk berpotensi menyebabkan tenggelamnya sejumlah pulau serta mengganggu kehidupan nelayan yang bergantung pada laut.
"Pengerukan pasir laut memicu dampak buruk terhadap kerusakan lingkungan dan ekologi laut, menyebabkan tenggelamnya pulau-pulau, dan membahayakan rakyat di pesisir pantai. Nelayan pun semakin tersingkir karena tidak dapat melaut lagi," kata Fahmy dalam siaran pers yang diterima ivoox.id Kamis (19/9/2024).
Ia juga menambahkan bahwa jika tujuan dari ekspor pasir laut adalah untuk menambah pendapatan negara, kebijakan tersebut kurang tepat. Menurutnya, penerimaan negara dari ekspor pasir laut selama ini sangat kecil dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan, termasuk biaya yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan.
Satu-satunya negara yang disebutkan akan membeli pasir laut dari Indonesia adalah Singapura, yang membutuhkan material tersebut untuk proyek reklamasi guna memperluas wilayah daratannya. Hal ini menimbulkan ironi, karena pengerukan pasir laut di Indonesia dapat menyebabkan daratan Indonesia menyusut akibat tenggelamnya pulau-pulau, sementara wilayah Singapura justru semakin meluas.
“Kalau ini terjadi, akan mempengaruhi batas wilayah perairan antara Indonesia dan Singapura,” ujar Fahmy, menekankan risiko besar yang bisa timbul dari ekspor pasir laut ini.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bahwa Indonesia tidak akan “menjual negara” melalui ekspor pasir laut. Namun, Fahmy menegaskan bahwa kebijakan ini pada kenyataannya seperti menjual "tanah-air", yang secara simbolis merepresentasikan negara.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?