Kasus Kecurangan Penjualan Beras, PPATK Diminta Analisis Transaksi Keuangan PT Food Station

01 Aug 2025

IVOOX.id – Satgas Pangan Polri telah mengajukan permintaan analisis transaksi keuangan terhadap perusahaan produsen beras PT FS (PT Food Station Tjipinang Jaya) oleh PPATK sebagai tindak lanjut dalam kasus produksi dan peredaran beras yang tidak sesuai dengan standar mutu nasional. 

"Polisi juga telah mengajukan permintaan analisis transaksi keuangan PT FS kepada PPATK," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri dan Kasatgas Pangan Polri Brigadir Jenderal Polisi Helfi Assegaf dalam konferensi pers Jumat (1/8/2025).

Diketahui Satgas Pangan Polri telah menetapkan tiga pejabat PT FS sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Ketiga tersangka itu yakni KG sebagai Direktur Utama, RL sebagai Direktur Operasional, dan IRP yang merupakan Kepala Seksi Quality Control.

"Atas dasar dua alat bukti yang sah, penyidik Bareskrim Polri kemudian menaikkan status ketiga individu tersebut sebagai tersangka," katanya.

Helfi mengatakan, kasus ini berawal dari hasil investigasi Kementerian Pertanian yang dilakukan di 10 provinsi pada Juni 2025. Dari 268 sampel beras yang diuji, ditemukan 232 sampel atau 189 merek tidak sesuai dengan mutu atau takaran yang tertera di label. Temuan itu kemudian disampaikan kepada Kapolri melalui surat resmi tertanggal 26 Juni 2025.

Menindaklanjuti laporan tersebut, Satgas Pangan Polri melakukan penyelidikan di berbagai titik distribusi beras, termasuk pasar tradisional dan retail modern. Sampel-sampel dari lima merek beras yang diproduksi oleh tiga perusahaan termasuk PT FS kemudian diuji di laboratorium resmi Kementerian Pertanian dan terbukti tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk beras premium.

Selain itu, penyidik juga menemukan dokumen internal perusahaan yang menunjukkan adanya standar mutu sendiri yang ditetapkan oleh Kepala Seksi QC dan Direktur Operasional PT FS, tanpa mempertimbangkan penurunan mutu akibat proses distribusi.

Bahkan kata dia ditemukan notulen rapat internal pada 17 Juli 2025 yang secara eksplisit menginstruksikan penurunan kadar beras patah (broken) guna merespons pengumuman Menteri Pertanian.

"Ancaman pidana terhadap para tersangka tidak main-main. Dari pelanggaran UU Perlindungan Konsumen, para pelaku terancam hukuman hingga 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp2 miliar. Sedangkan untuk pelanggaran UU TPPU, ancaman maksimal mencapai 20 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar," ujarnya.

Lebih lanjut Helfi menyampaikan, penyidikan terhadap tiga perusahaan dan distributor lainnya yakni PT PIM, toko SY, dan PT SR juga akan segera dipercepat.

Helfi menegaskan bahwa Polri akan terus menindak tegas pelaku usaha yang melanggar ketentuan dan memperdagangkan produk pangan yang merugikan konsumen.

“Kami menghimbau masyarakat agar lebih teliti dalam membeli beras. Pastikan produk berlabel jelas, memenuhi SNI, dan sesuai dengan berat bersih yang tertera. Penegakan hukum ini kami harap menjadi efek jera bagi para pelaku usaha nakal,” katanya.

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong