KPK Identifikasi Modus Korupsi Terkait Izin Kerja TKA Sejak 2012

14 Jun 2025

IVOOX.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan bahwa sudah mengidentifikasi modus korupsi dalam pengurusan izin kerja tenaga kerja asing (TKA) sejak 2012. 

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa hal tersebut diidentifikasi pihaknya melalui Direktorat Penelitian dan Pengembangan KPK yang mengkaji secara menyeluruh sistem layanan izin mempekerjakan TKA (IMTA) pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, atau saat ini diubah menjadi rencana pengurusan TKA (RPTKA).

“Dalam kajian tahun 2012 tersebut, KPK telah memberikan sejumlah rekomendasi kepada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,” kata Budi dikutip dari Antara, Sabtu (14/6/2025).

Ia mengatakan bahwa rekomendasi tersebut seperti menutup ruang diskresi yang membuka ruang transaksional, membangun sistem layanan one stop service, mengoptimalkan pengawasan internal agar tidak terjadi pertemuan tertutup tanpa dokumentasi atau mekanisme kontrol publik, serta memperkuat sistem teknologi informasi guna mendukung transparansi dan efisiensi layanan IMTA.

“Ironinya, celah-celah dan pola itu kembali muncul dalam modus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengurusan TKA yang sekarang sedang kami lakukan penyidikan,” katanya.

Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa KPK akan melakukan mitigasi risiko terkait hal tersebut secara paralel, baik melalui perbaikan pencegahan korupsi di Kementerian Ketenagakerjaan maupun melakukan kajian lanjutan secara komprehensif dengan fokus pada pembenahan tata kelola ketenagakerjaan di Indonesia, khususnya dalam hal RPTKA.

“Secara umum, KPK juga mendorong seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah untuk aktif memperbaiki tata kelola perizinan, membangun sistem yang transparan, serta memperkuat integritas aparatur pelayanan,” katanya.

KPK saat ini sedang melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam bentuk pemerasan pengurusan RPTKA di lingkungan Kemenaker.

KPK pada 5 Juni 2025 mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019-2024 telah mengumpulkan sekitar Rp 53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

Bila RPTKA tidak diterbitkan oleh Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp 1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009-2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014-2019, dan Ida Fauziyah pada 2019-2024.

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong