Mensesneg Sebut Presiden Nilai Aksi Mahasiswa Hal yang Wajar di Negara Demokrasi

19 Feb 2025

IVOOX.id – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan Presiden RI Prabowo Subianto menilai unjuk rasa mahasiswa sebagai sesuatu yang wajar dalam demokrasi.

Walaupun demikian, Prasetyo meminta masyarakat berimbang dan jeli menerima serta memahami informasi yang berkembang terutama terkait kebijakan-kebijakan pemerintah.

"Menyampaikan pendapat itu wajar dan biasa saja dalam demokrasi," kata Mensesneg meneruskan pendapat Presiden terkait unjuk rasa itu kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/2/2025).

Prasetyo, dalam kesempatan yang sama, pun mengajak masyarakat, termasuk mahasiswa yang berunjuk rasa, untuk lebih jeli memahami informasi simpang siur soal kebijakan pemerintah. Dia menyebut Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati juga telah memastikan kebijakan efisiensi pemerintah tidak berdampak kepada anggaran untuk beasiswa, biaya UKT, dan tak juga berdampak kepada pemecatan tenaga honorer.

"Kami mengimbau adik-adik mahasiswa untuk lebih jeli. Dari Jumat lalu sudah dijelaskan oleh Bu Menkeu, saya juga hadir, bersama pimpinan DPR, bahwa efisiensi ini tidak berdampak pada pendidikan. KIP (Kartu Indonesia Pintar), beasiswa, termasuk LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) tetap berjalan," tutur Mensesneg.

Prasetyo pun kembali menekankan semangat efisiensi itu bukan untuk mengganggu pelayanan kepada masyarakat, tetapi memangkas pengeluaran negara yang selama ini kurang produktif, misalnya, seperti seminar-seminar atau acara diskusi (FGD).

"Semangat efisiensi ini bukan untuk mengganggu masyarakat, tapi untuk memangkas hal-hal yang kurang produktif, seperti acara seremonial, seminar, atau FGD yang sudah terlalu banyak. Sekarang rakyat butuh aksi nyata," ujar Prasetyo Hadi.

Dalam kesempatan terpisah, Menkeu Sri Mulyani menyatakan kriteria efisiensi kementerian/lembaga mencakup aktivitas-aktivitas seperti perjalanan dinas, seminar, alat tulis kantor (ATK), acara-acara peringatan dan perayaan, serta kegiatan seremonial lainnya. Artinya, sektor pendidikan, khususnya perguruan tinggi tidak terdampak kebijakan penghematan belanja tersebut.

"Kami tegaskan bahwa beasiswa Kartu Indonesia Pintar tidak dilakukan pemotongan atau pengurangan," kata Menkeu dalam konferensi pers di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (14/2/2025) minggu lalu, dikutip dari Antara.

Menkeu melanjutkan jumlah penerima beasiswa Kartu Indonesia Pintar untuk tahun anggaran 2025 sebanyak 1.040.192 mahasiswa. Anggaran yang telah disiapkan untuk beasiswa tersebut sebesar Rp 14,69 triliun.

"Anggaran tersebut tidak terkena pemotongan dan tidak dikurangi. Dengan demikian, seluruh mahasiswa yang telah dan sedang menerima beasiswa KIP Kartu Indonesia Pintar dapat meneruskan program belajar seperti biasanya," kata Menkeu.

Presiden Prabowo dalam acara silaturahmi Koalisi Indonesia Maju (KIM) di kediamannya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, juga menekankan efisiensi anggaran pemerintah tidak mengganggu kegiatan operasional. Anggaran yang berhasil dihemat justru dialihkan untuk program-program yang lebih bermanfaat bagi masyarakat, misalnya seperti penyediaan pupuk dan perbaikan fasilitas pendidikan.

"Jadi habis itu kunker, seminar, FGD, forum group discussion, apa yang didiskusikan? Rakyat perlu mitigasi, rakyat perlu pupuk, rakyat perlu bibit, sekolah diperbaiki. Ngak usah seminar lagi," tegas Presiden, dikutip dari Antara.

Sebelumnya, massa mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan elemen mahasiswa dari berbagai wilayah Jabodetabek memadati kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025), menyerukan lima tuntutan dalam aksi unjuk rasa bertajuk "Indonesia Gelap".

Koordinator Pusat BEM SI Satria mengatakan aksi "Indonesia Gelap" merupakan representasi terhadap kekhawatiran, kecemasan terhadap program-program pemerintah yang dinilai tidak berpihak pada rakyat.

Salah satu yang menjadi sorotan yakni terkait kebijakan efisiensi yang berdampak pada anggaran Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK). Kebijakan tersebut dinilai mengancam keberlanjutan pendidikan para mahasiswa.

"Yang membuat cemas karena apa? Akan banyak ratusan ribu teman-teman kami, keluarga kami, adik kita semua yang putus kuliah hanya karena narasi efisiensi. Makanya kemudian kami tawarkan adalah evaluasi MBG dan berbagai macam kebutuhan lain," katanya dalam aksi tersebut, dikutip dari Antara, Senin (17/2/2025).

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong