Ombudsman Taksir Kerugian Rp 9 Miliar akibat Pagar Laut di Perairan Tangerang, Hitungan Ekonom Lebih Besar

16 Jan 2025

IVOOX.id – Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Mokhammad Najih menjelaskan bahwa kerugian nelayan sebanyak Rp 9 miliar akibat pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, masih hitungan sementara.

“Ya, itu masih valuasi yang bersifat kasar begitu ya, karena tadi berdasar keluhan para nelayan,” kata Najih di Jakarta, Kamis (16/1/2025), dikutip dari Antara.

Ia menjelaskan bahwa penghitungan tersebut dilakukan dengan memperkirakan kerugian nelayan akibat tambahan jarak untuk melaut.

“Dengan adanya pagar laut itu, dia harus memutar kurang lebih 30 kilometer itu, sehingga dia kehilangan biaya kurang lebih di angka tiga literan. Semula hanya satu liter menjadi tiga liter,” jelasnya.

Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa perkiraan kerugian tersebut bukanlah angka yang terperinci.

Lebih lanjut, dia menyebut bahwa perkiraan tersebut dihitung oleh tim investigasi Ombudsman melalui anggota ORI Yeka Hendra Fatika.

Ombudsman RI juga masih menginvestigasi dugaan malaadministrasi dalam pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten.

Najih menjelaskan bahwa investigasi tersebut dilakukan secara langsung oleh perwakilan Ombudsman Provinsi Banten dengan supervisi dari ORI

"Karena masih dalam proses, kami belum bisa menyampaikan tentang adanya dugaan malaadministrasi itu dilakukan oleh pihak siapa. Apakah itu oleh pihak pemerintahan di tingkat daerah, atau oleh kantor kementerian, atau lembaga di tingkat pusat?" kata Najih.

Ia menjelaskan bahwa dikarenakan belum mendapatkan data secara lengkap, maka Ombudsman mendorong seluruh pihak untuk mendukung langkah yang telah dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan melarang adanya aktivitas apa pun di area pagar laut tersebut.

Selain itu, dia mengatakan bahwa Ombudsman ingin melihat kasus tersebut secara jernih sebab saat ini dinilai telah ada upaya memecah belah para nelayan di sana.

"Mengingat keresahan masyarakat yang disampaikan ke Ombudsman adalah keluhan mengenai halangan untuk melakukan kegiatan sebagai nelayan ya, melakukan kegiatan dalam mengambil ikan, yang semula dia bisa menjangkau laut tanpa ada hambatan, sekarang harus memutar sehingga dia harus mengeluarkan biaya tambahan," jelasnya.

Oleh sebab itu, dia berharap dalam waktu 30 hari ke depan sudah memperoleh hasil yang diharapkan dari investigasi tersebut, meskipun dia mengaku saat ini merasa kesulitan terkait kejelasan siapa pihak yang bertanggung jawab dalam memasang pagar laut.

"Pihak KKP yang sudah dihubungi, diminta keterangan oleh Ombudsman memberikan penjelasan bahwa kementerian belum pernah menerbitkan izin apa pun terkait dengan pemagaran laut. Demikian juga pihak pemerintahan di tingkat daerah juga masih belum ada yang merasa bahwa ada instansi mana atau pihak mana yang mengajukan perizinan," ujarnya.

Sebelumnya, Yeka melalui keterangannya di Serang, Banten, Rabu (15/1/2025), menaksir kerugian nelayan selama tiga bulan terakhir mencapai Rp 9 miliar.

Kepala Perwakilan Ombudsman Provinsi Banten Fadli Afriadi di Tangerang, Rabu (15/1/2025), juga mengatakan bahwa kerugian nelayan diperkirakan mencapai Rp9 miliar dengan menghitung penurunan rata-rata penghasilan nelayan Rp100 ribu per hari.

"Asumsinya 1.500 nelayan melaut selama 20 hari dikali sekian bulan. Tiga bulan saja, sudah Rp9 miliar. Ini paling rendah taksiran ekonominya, apalagi 3.888 nelayan," kata dia, dikutip dari Antara.

Ekonom Taksir Kerugian Pagar Laut Capai 116 Miliar

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat memperkirakan kerugian yang ditimbulkan oleh pemasangan pagar laut ilegal mencapai Rp 116,91 miliar per tahun.

Kerugian ini mencakup dampak terhadap pendapatan nelayan, peningkatan biaya operasional, serta kerusakan ekosistem laut.

“Keberadaan pagar laut di pesisir Tangerang dan Bekasi telah menciptakan kerugian ekonomi, sosial, dan ekologis yang signifikan. Proyek ini tidak hanya merugikan nelayan, tetapi juga gagal memberikan manfaat yang dijanjikan. Fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa pembangunan pagar ini lebih banyak memberikan dampak negatif daripada positif,” kata Achmad dikutip dari Antara, Kamis (16/1/2025).

Ia merinci, kerugian sebesar Rp 116,91 miliar tersebut terdiri dari penurunan pendapatan nelayan sebesar Rp 93,31 miliar per tahun, peningkatan biaya operasional sebesar Rp 18,60 miliar per tahun, dan kerusakan ekosistem laut senilai Rp 5 miliar per tahun. Perhitungan ini didasarkan pada data dari Ombudsman RI serta analisis ekologis independen.

Sebagaimana diketahui, telah ditemukan pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir utara Kabupaten Tangerang dan 8 kilometer di Bekasi yang tengah menjadi sorotan.

Pagar ini diklaim sebagai upaya mitigasi abrasi dan tsunami, namun data menunjukkan bahwa struktur ini lebih banyak mendatangkan kerugian.

Berdasarkan data Ombudsman RI, sekitar 3.888 nelayan di Tangerang dan Bekasi mengalami kerugian akibat terhambatnya akses ke wilayah tangkapan ikan.

Achmad menilai pendapatan nelayan menurun rata-rata Rp100.000 per hari karena waktu melaut yang berkurang dan jarak melaut yang lebih jauh. Dengan asumsi nelayan bekerja 20 hari per bulan, kerugian total mencapai Rp 7,776 miliar setiap bulan atau Rp 93,31 miliar per tahun.

Selain itu, rute melaut yang lebih panjang meningkatkan konsumsi bahan bakar hingga Rp 1,55 miliar per bulan atau Rp 18,60 miliar per tahun. Biaya tambahan ini semakin memperburuk kondisi ekonomi nelayan.

"Dengan ekosistem yang terganggu dan akses masyarakat yang terbatas, pagar laut ini justru menjadi penghalang utama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir," ujarnya.

Selain kerugian ekonomi, pagar laut juga dinilai merusak ekosistem pesisir. Struktur bambu dan pemberat pasir yang digunakan untuk membangun pagar mengganggu habitat alami ikan, udang, dan kerang. Hal ini memperburuk kondisi ekosistem yang sudah rentan akibat aktivitas manusia lainnya.

"Hal ini semakin memperburuk kondisi ekosistem yang sudah rentan akibat aktivitas manusia lainnya. Alih-alih mencegah abrasi, pagar ini justru menciptakan tekanan baru pada lingkungan," terang Achmad.

Lebih lanjut, analisis biaya dan manfaat (cost-benefit analysis) menunjukkan ketimpangan yang mencolok antara kerugian yang ditimbulkan dan manfaat yang diharapkan.

Dengan kerugian ekonomi yang mencapai Rp 116,91 miliar per tahun, namun manfaat seperti mitigasi abrasi dan tsunami serta budidaya kerang hijau tidak dapat diverifikasi atau memberikan dampak nyata.

"Hasil analisis ini menunjukkan bahwa proyek pagar laut tidak memberikan nilai tambah bagi masyarakat pesisir. Sebaliknya, proyek ini justru menciptakan beban tambahan yang signifikan bagi masyarakat lokal," tuturnya.

Oleh karena itu, ia menekankan perlunya tindakan tegas untuk mengatasi permasalahan ini. Achmad merekomendasikan agar pagar laut ilegal segera dibongkar demi memulihkan akses nelayan ke wilayah penangkapan ikan.

Selain itu, kebijakan berbasis data harus diterapkan untuk memastikan bahwa mitigasi abrasi dilakukan secara efektif dan berkelanjutan.

Pemerintah juga harus meningkatkan pengawasan terhadap wilayah pesisir untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.

"Dengan langkah-langkah tersebut, keadilan bagi nelayan dapat dipulihkan, dan ekosistem pesisir dapat dilindungi dari kerusakan lebih lanjut. Semua pihak harus bersinergi untuk memastikan bahwa kebijakan pembangunan selalu berpihak pada rakyat kecil dan lingkungan yang berkelanjutan," ujarnya.

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong