Pakar Sebut Potensi Ekonomi Digital Indonesia Menjanjikan
IVOOX.id – Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai perkembangan ekonomi digital Indonesia masih sangat menjanjikan. Ia menjelaskan bahwa perubahan pola konsumsi masyarakat dipengaruhi oleh harga yang lebih kompetitif serta variasi produk yang lebih luas di platform digital. “Fenomena rohana dan rojali juga membuat orang melihat barang di offline store, namun belinya tetap di online store,” katanya saat dihubungi IVOOX.id pada Selasa (18/11/2025).
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Potensi ekonomi digital Indonesia sangat besar, dengan nilai proyeksi mencapai 220–360 miliar dolar AS (Rp3.585–5.867 triliun) pada tahun 2030. Pada tahun 2024, nilainya sudah mencapai 90 miliar dolar AS (Rp1.497 triliun) dan diprediksi naik hingga 110 miliar dolar AS pada 2025. Pertumbuhan ini didorong oleh populasi besar, penetrasi internet tinggi, ekosistem startup yang berkembang pesat, dan adopsi digital di berbagai sektor seperti e-commerce dan fintech.
Nailul menambahkan bahwa AI kini memiliki pengaruh besar terhadap perilaku belanja masyarakat. “Dengan AI, muncul iklan yang lebih personal. Kalau dahulu iklan itu random, maka dengan AI, iklan bisa lebih personal,” ujarnya. Selain meningkatkan efisiensi teknologi, AI juga membantu pedagang menyusun strategi penjualan yang lebih efektif. Namun ia mengingatkan bahwa tantangan terbesar terletak pada kemampuan sumber daya manusia. “Pemahaman terkait bagaimana cara membuat AI bekerja untuk masyarakat masih lemah,” jelasnya.
Pakar AI dan Komunikasi Digital Universitas Indonesia, Firman Kurniawan, menilai perkembangan AI di Indonesia sangat progresif. “Kita bahkan merupakan salah satu negara yang paling agresif, yang paling maju di Asia selain China,” katanya. Menurut Firman, AI telah dimanfaatkan secara intensif baik oleh pengguna umum maupun industri komersial. Ia menjelaskan bahwa di sektor e-commerce, personalisasi menjadi kunci untuk memahami perilaku konsumen secara mendalam. “Artificial intelligence ini digunakan untuk mengurangi ketidakpastian, sehingga investasi yang dikeluarkan produsen peluang untuk kembalinya besar,” ujarnya saat dihubungi IVOOX.id.
Dari sisi konsumen, Firman mengingatkan bahwa personalisasi AI dapat membantu konsumen untuk belanja, namun di sisi lain ia mengingatkan tentang inplusifitas. “Konsumen merasa dikenali kebutuhannya sehingga dia merasa mudah, padahal itu sebetulnya kebutuhan yang dipabrikasi oleh produsen,” katanya. Ia menegaskan bahwa konsumen perlu memahami bahwa rekomendasi yang muncul merupakan hasil olahan jejak digital, bukan murni kebutuhan pribadi. “Produsen ini bukan memproduksi produk, tetapi memproduksi keinginan beli dari konsumen,” tuturnya.
Sudut Pandang Asosiasi E-Commerce
Sekretaris Jenderal Indonesia E-Commerce Association (idEA), Budi Primawan, melihat perkembangan e-commerce Indonesia tetap berada pada jalur positif. “Volume dan nilai transaksi terus naik, didukung pembayaran digital, logistik yang makin efisien, dan pengguna internet yang makin besar,” katanya. Menurut Budi, penggunaan AI sudah menjadi bagian integral industri e-commerce, mulai dari rekomendasi produk, deteksi fraud, hingga efisiensi logistik. “Ini sudah jadi kebutuhan di industri,” ujarnya kepada IVOOX.id.
Meski demikian, Budi mengingatkan beberapa tantangan yang masih perlu diperhatikan, seperti literasi digital yang belum merata dan keamanan data. Ke depan, ia menilai kolaborasi antara platform, regulator, dan UMKM sangat penting untuk memperkuat ekosistem digital nasional. “Standarisasi kualitas produk, edukasi konsumen, serta logistik inklusif adalah hal yang perlu diperkuat,” katanya.
Pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara diproyeksikan mencapai 370 miliar dolar AS pada 2030. Di tengah ekspansi ini, pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) menjadi faktor strategis yang membentuk arah industri e-commerce. Lazada sebagai salah satu pelaku utama yang telah mengadopsi teknologi ini berupaya untuk membangun ekosistem digital yang lebih cerdas, efisien, dan personal.
Riset Lazada bersama Kantar pada 2024–2025 menunjukkan peningkatan signifikan penggunaan AI dalam perilaku belanja masyarakat Indonesia. Sebanyak 88 persen konsumen menggunakan dukungan AI dalam proses pembelian, sementara 42 persen penjual online telah mengintegrasikan teknologi tersebut dalam operasional bisnis. Temuan ini memperlihatkan bahwa transformasi digital bukan lagi tren, melainkan kebutuhan industri.
Langkah ini menjadi bagian dari strategi Lazada untuk memperkuat posisinya di era agentic commerce, ketika teknologi AI bekerja secara otonom untuk membantu pelanggan menemukan, menilai, hingga membeli produk. “Kami sedang beralih dari penggunaan AI sebagai alat pendukung menjadi kopilot yang mampu memahami, menganalisis, dan bertindak secara real time,” ujar Carlos Barrera, Chief Executive Officer Lazada Indonesia dalam keterangan resmi yang diterima IVOOX.id Jumat (31/10/2025).
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?