Renungan Aviasi
LIBUR panjang Imlek diberitakan di banyak media global sebagai suatu proses mobilisasi manusia yang sedemikiam luar biasanya di Republik Rakyat Cina. Maklumlah, saat ini saja dari data yang tercatat di Worldometer perhari ini ada 1.425.357.055 manusia yang tinggal di Cina.
Dengan adanya tradisi libur Chungyun selama 40 hari, maka hampir dapat dipastikan proses mudik yang akan terjadi pastilah heboh dan melibatkan banyak sekali jumlah manusia, kapasitas sistem transportasi, dan tentu juga perputaran ekonomi.
Kemacetan dan keriweuhan di jalanan juga terasa di negeri tercinta, maklumlah, karena libur Imlek atau tahun baru Tionghoa tahun ini jatuh bersamaan dengan peringatan hari besar keagamaan Isra Mi'raj.
Tapi libur panjang kalau tidak halan-halan rugi dong... Maka meski menerjang kemacetan saya pun asyik masyuk bepergian putar-putar kota dan berharap mobil tetiba berubah menjadi Tesla.
Self driving mode berbasis sensor dan LIDAR akan membuat saya dapat menikmati hiruk pikuknya jalanan dengan segenap dinamika penuh rona pesona dunia sambil menyesap harum aroma kopi Toraja. Ah...nikmatnya.
Eh tapi lamunan itu sontak buyar saat sadar mesin mobil mati karena kopling yang tak diinjak lagi dalam posisi setengah berhenti dan masuk gigi. Tak apalah, setidaknya melamun itu menandakan bahwa fungsi imajinasi kreatif dari otak kita masih waras dan dapat berfungsi dengan baik.
Saat tengah berasyik masyuk itu, notif di salah satu WAG masuk, ada chat tentang sulitnya mencari angkutan dari dan ke Bandung. Whoosh fully book, GoPar sold out, dan travel setiap jamnya penuh... Waduh. Tapi dengan bakat multitasking saya yang sempat-sempatnya membuka laman IG dan YT sambil berkendara (ga bahaya ta?), saya melihat ada video You Tuber transportasi dan traveling kondang, sedang menayangkan perjalanannya bersama Susi Air dari HLP alias bandara Halim Perdanakusuma menuju Husein Sastranegara.
Wah menarik juga ya, karena selain ada rute Halim ke BDO, ada pula rute BDO ke Nusawiru loh, Pangandaran Bro, Pangandaran. Terbayang nikmatnya terbang rendah bersama Cessna Grand Caravan 208B di atas bentang hijau alam pegunungan Priangan yang berpadu cantik dengan hamparan sawah menguning dan latar langit biru yang memukau indera.
Pesawat perintis penembus remote area yang performanya tak kalah dengan DHC-6 alias Twin Otter yang dikenal sebagai penjelajah gunung dan rimba Papua.
Cessna Grand Caravan tak kalah tangguhnya, berikut adalah spesifikasi teknis pesawat Cessna Grand Caravan 208B turboprop mesin tunggal milik maskapai yang didirikan oleh taipan maritim asli Pangandaran itu, Ibu Susi Pudjiastuti.
Dimensi: Panjang 12,67 meter; Rentang Sayap 15,88 meter; Tinggi 4,52 meter dengan berat kosong sekitar 2.698 kilogram dan berat maksimum saat Takeoff/ MTOW sekitar 4.309 kilogram.
Jenis Mesin Pratt & Whitney Canada PT6A-114A turboprop dengan daya sekitar 675 HP/tenaga kuda.
Kapasitas kursi bergantung pada konfigurasi, biasanya antara 9 hingga 14 penumpang. Adapun kapasitas kargo dapat mengangkut muatan hingga sekitar 3,6 m³ di kabin penumpang atau di bawah kursi.
Kinerja pesawat ini punya kecepatan maksimum sekitar 340 km/jam dengan jarak lepas landas minimum sekitar 671 meter dan jarak tempuh maksimum sekitar 1.627 kilometer. Sedangkan ketinggian jelajah maksimum sekitar 7,620 meter.
Selain itu, pesawat ini dilengkapi dengan avionik modern termasuk panel instrumen digital, autopilot, sistem navigasi GPS, dan sistem engine control yang canggih. Lalu terkait fitur, penambahan seperti sistem anti-icing, sistem kabin yang dapat dikonfigurasi ulang, dan sistem perlengkapan kargo membuatnya cocok untuk berbagai misi, termasuk penerbangan penumpang, kargo, dan misi khusus lainnya.
Saya ingin sekali mencoba penerbangan dengan Grand Caravan itu, karena pada beberapa penerbangan saya dengan menggunakan maskapai Super Air Jet maupun Citilink yang bandara debarkasi atau embarkasinya adalah Halim Perdana Kusuma, saya kerap melihat Cessna Susi Air terparkir penuh pesona di apron yang sama dengan A-320 Neo yang saya gunakan. Pesawat yang sejak era CEO telah menggunakan sharklets di ujung sayapnya yang diklaim dapat mereduksi emosi karbon sampai 900 ton.
Saya pribadi memang punya kenangan khusus dengan keluarga Airbus, sehingga setiap penerbangan dengan jenis Airbus apapun selalu sangat saya nikmati. Termasuk wara wiri dengan A320 Neo di seantero langit Nusantara.
Mengapa bisa demikian? Ini salah satunya karena pengalaman masa kecil. Dalam salah satu penerbangan dengan Garuda Indonesia/GIA relasi Makassar - Soekarno Hatta, saya yang masih berusia sekolah dasar mendapat kesempatan istimewa untuk melawat ke kokpit A-300 yang saat itu baru bergabung sebagai armada pesawat berbadan lebar Garuda. Saya tersepona, eh terpesona. Konsep glass cockpit yang tampak simple tetapi sophisticated itu sedemikian asthonising-nya bagi saya. Belum lagi konsep joy stick ala Airbus yang bagi saya mirip dengan tuas di konsol game, asli saya gumun tingkat dewa.
Terlebih setelah kemudian tahu bahwa kokpit A300 yang hanya diawaki oleh 2 penerbang saja tanpa kehadiran flight engineer adalah inovasi dari seorang Wiweko Supono, seorang perwira tinggi TNI AU yang kemudian diamanahi menjadi Direktur Utama Garuda Indonesian Airways pada saat itu.
Dalam perjalanannya, ketertarikan pada dunia aviasi itu membawa saya menekuni aspek keselamatan penerbangan sebagai salah satu keminatan usai menjalani pendidikan pascasarjana ilmu Biomedik. Berbagai peran dan kontribusi ilmu faali dan biokimia serta neurobiologi coba saya cari berbagai model asosiasi dan korelasinya dengan aspek human factor dan teknologi di ranah keselamatan transportasi, termasuk penerbangan dan kereta api.
Kesan mendalam tentang Airbus ini terus terbawa sampai hari ini. Kekaguman saya pada teknologi yang diadopsi dan terus dikembangkan oleh Airbus Industries maujud dalam unsur kepo yang membuat saya terus ingin mengikuti berbagai perkembangan yang mereka lakukan dalam mendukung efisiensi operasi dan meningkatkan tingkat keselamatan dan kenyamanan penerbangan.
Pada berbagai kesempatan melipir dan melirik sejenak kondisi kokpit asli maupun simulator mendorong saya untuk sedikit mempelajari berbagai instrumen ajaib yang seolah merepresentasi proses implementasi sains dan sains terapan ke dalam bentuk teknologi yang dapat berdampak langsung pada kehidupan.
Ada beberapa komponen atau instrumen utama yang dapat kita jumpai di kokpit seperti di Airbus A320 Neo. Berikut adalah definisi dan fungsi dari setiap instrumen secara segmental yang umumnya ditemui di kokpit pesawat Airbus A320:
Primary Flight Display (PFD): menampilkan informasi penting tentang penerbangan seperti kecepatan udara, ketinggian, sudut kemiringan (pitch), sudut roll, dan arah pesawat. Ini adalah salah satu instrumen utama yang digunakan oleh pilot untuk memantau status penerbangan dan mengendalikan pesawat.
Navigation Display (ND): menampilkan informasi navigasi seperti rute penerbangan, posisi pesawat relatif terhadap waypoint dan jalur penerbangan yang direncanakan. Ini memungkinkan pilot untuk mengikuti jalur penerbangan yang ditentukan dan memantau posisi pesawat dalam penerbangan.
Electronic Flight Instrument System (EFIS) adalah sistem elektronik yang menyediakan tampilan digital untuk PFD dan ND. Ini menggantikan instrumen analog tradisional dan memberikan informasi penerbangan dalam format yang mudah dibaca oleh pilot.
Engine Indicating and Crew Alerting System (EICAS): menampilkan informasi tentang status mesin pesawat, sistem, dan pesan peringatan kepada kru pesawat. Ini termasuk parameter seperti suhu mesin, tekanan minyak, dan pesan peringatan untuk masalah sistem.
Throttle Quadrant adalah panel yang mengontrol kecepatan mesin pesawat. Pilot menggunakan throttle untuk mengatur tenaga mesin dan kecepatan pesawat selama lepas landas, penerbangan, dan mendarat.
Flight Control Unit (FCU) yaitu panel yang digunakan oleh pilot untuk mengatur parameter penerbangan seperti kecepatan, ketinggian, dan mode autopilot. Pilot dapat mengatur target kecepatan, ketinggian, dan arah penerbangan menggunakan FCU.
Autopilot Control Panel yang memungkinkan pilot untuk mengaktifkan dan mengatur autopilot untuk mengontrol pesawat secara otomatis. Pilot dapat memilih mode autopilot seperti heading hold, altitude hold, dan vertical speed hold.
Radio Management Panel (RMP) adalah panel yang digunakan untuk mengatur radio komunikasi dan navigasi pesawat. Pilot dapat memasukkan frekuensi radio, memilih navigasi VOR atau ILS, dan melakukan tindakan terkait dengan komunikasi dan navigasi pesawat.
Instrumen-instrumen ini memberikan pilot informasi dan kontrol yang diperlukan untuk menjalankan penerbangan dengan aman dan efisien. Mereka membantu pilot dalam memantau kinerja pesawat, mengendalikan navigasi, dan merespons peristiwa yang mungkin terjadi selama penerbangan.
bersambung ke Tulisan 2
Penulis: Tauhid Nur Azhar
Ahli neurosains dan aplikasi teknologi kecerdasan artifisial, SCCIC ITB/TFRIC-19.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?