Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Walhi Beri Rapor Merah atas Krisis Demokrasi dan Ekologis
IVOOX.id – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menilai dalam satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terjadi kemunduran demokrasi dan keadilan ekologis di Indonesia. Dalam catatan tahunannya, Walhi menegaskan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran lebih banyak menampilkan wajah represif, pro-investor, dan abai terhadap keselamatan rakyat serta lingkungan hidup.
Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Even Sembiring, menyebut kondisi saat ini “menakutkan dan mengerikan” bagi masa depan Indonesia. Menurutnya, target pertumbuhan ekonomi 8 persen membuat pemerintah menggenjot investasi besar-besaran, terutama di sektor ekstraksi sumber daya alam. “Pilihan cara ekonomi yang kapitalistik semakin menaruh rakyat dan lingkungan di bawah ancaman krisis,” ujarnya. Ia juga menilai revisi Undang-Undang TNI menjadi simbol kembalinya militerisme di ruang sipil dan menguatnya pendekatan represif negara.
Wengki Purwanto, Direktur Eksekutif WALHI Sumatera Barat, mengkritik pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang gagal memastikan pemulihan hak rakyat dan lingkungan. Ia menilai program seperti pengembangan kawasan pangan dan energi justru merusak sumber daya alam. “Mustahil ekonomi rakyat kuat jika ruang semakin menyempit, kawasan pangan hancur, dan sumber air tercemar. Satu tahun RPJMN dijalankan, kita justru bergerak lebih cepat ke arah Indonesia Cemas 2045,” ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima ivoox.id Selasa (14/10/2025).
Kondisi serupa terjadi di Kalimantan Selatan. Direktur Eksekutif Walhi setempat, Raden Rafiq, menyebut wilayahnya tengah mengalami krisis ekologis berkepanjangan tanpa perhatian serius pemerintah. Ia menilai langkah-langkah pemerintah, termasuk pembentukan Kodam baru, cenderung bernuansa kontrol politik daripada perlindungan rakyat. “Negara menegasikan keberadaan masyarakat adat. Proyek-proyek konservasi dan industri sering dipaksakan tanpa menghormati kearifan lokal,” katanya.
Sementara itu, Direktur Walhi Jawa Timur, Wahyu Eka, menilai arah pembangunan nasional semakin berpihak pada korporasi besar. Di balik jargon “pertumbuhan hijau” dan “kemandirian energi”, pemerintah justru melanjutkan proyek-proyek energi kotor seperti PLTU batu bara, co-firing biomassa, dan giant sea wall. “Transisi energi yang dijanjikan hanyalah kedok bagi kelanjutan energi fosil,” ujarnya.
Dari wilayah timur Indonesia, Direktur Walhi Papua, Maikel Primus Peuki, menegaskan bahwa ekspansi izin tambang dan proyek industri semakin massif. Ia menyebut wilayah timur menjadi korban utama kebijakan eksploitatif tersebut.
Walhi menyerukan agar pemerintah segera mengubah arah pembangunan dari eksploitasi menuju pemulihan, serta menempatkan keadilan ekologis dan hak rakyat di pusat kebijakan. “Selama arah kebijakan masih didikte oleh kepentingan modal dan logika pertumbuhan ekonomi, komitmen keadilan dan keselamatan hanya akan menjadi retorika diplomatik,” tulis WALHI dalam pernyataannya.
Berhasil Login.....
Gagal Login
Komentar
Edit Komentar
Hapus Komentar
Anda yakin ingin menghapus komentar ?