DKPP Sebut Tingkat Kepatuhan KPU dan Bawaslu Provinsi Masuk Dalam Kategori Patuh Namun Belum Aman

31 Jan 2025

IVOOX.id – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) resmi meluncurkan Indeks Kepatuhan Etik Penyelenggara Pemilu (IKEPP) Tahun 2024 dalam acara Ekspos IKEPP DKPP Tahun 2024 yang berlangsung di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta. Indeks ini merupakan hasil survei DKPP terkait kepatuhan Kode Etik Penyelenggara Pemilu di 38 provinsi sepanjang tahun 2024.  

"Untuk pertama kalinya DKPP akan mempublikasi hasil IKEPP dari seluruh wilayah Indonesia," ujar Sekretaris DKPP, David Yama, dalam keterangannya, Kamis (30/1/2025). 

IKEPP menjadi inovasi terbaru DKPP di tahun 2024 dengan fokus awal pada penyelenggara pemilu tingkat provinsi. Ke depan, cakupannya akan diperluas hingga ke tingkat kabupaten dan kota. Berdasarkan hasil survei, tingkat kepatuhan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tingkat provinsi masuk dalam kategori "patuh." Namun, David menekankan bahwa tingkat kepatuhan ini masih belum bisa dikatakan sepenuhnya aman. 

"Hasil selengkapnya nanti akan diungkap dalam Ekspos IKEPP DKPP Tahun 2024," ujarnya. 

David menjelaskan bahwa IKEPP merupakan alat ukur yang memetakan tingkat kepatuhan etik penyelenggara pemilu secara kuantitatif dan kualitatif. Ia juga mengungkapkan bahwa acara Ekspos IKEPP 2024 akan dihadiri oleh Ketua Komisi II DPR, Wakil Menteri Dalam Negeri, serta perwakilan dari Bappenas. 

Menurutnya, pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu menjadi salah satu tantangan besar dalam menjaga demokrasi di Indonesia, sebagaimana telah disebutkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. 

"Sehingga keberadaan IKEPP mutlak dibutuhkan untuk memetakan tingkat kepatuhan etik penyelenggara pemilu di seluruh wilayah Indonesia," katanya.

DKPP Terima 790 Aduan, Tertinggi Kedua dalam Sejarah

Tenaga Ahli Analisis Indeks Kepatuhan Kode Etik Penyelenggara Pemilu (IKEPP) DKPP, Nur Hidayat Sardini, mengungkapkan bahwa jumlah pengaduan terkait pelanggaran etik penyelenggara pemilu pada tahun 2024 menjadi yang tertinggi kedua sepanjang sejarah. Rekor tertinggi masih terjadi pada tahun 2014 dengan 879 aduan, sementara pada 2024 jumlahnya mendekati angka tersebut, yakni 790 aduan. 

"(Ada) 879 (aduan) di tahun 2014, itu terulang 790 (aduan) di 2024. Kenapa begitu? Karena setiap satu dekade, terjadi ledakan partisipasi publik yang berbanding lurus dengan hasrat untuk memenangkan calonnya melalui Pilpres yang Luber dan Jurdil, dan dinamika itu berimbas pada ledakan pengaduan ke DKPP," kata Nur dalam pemaparan IKEPP Tahun 2024 di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Kamis (30/1/2025). 

Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka pengaduan pada 2024 melonjak tajam. Pada 2023, DKPP hanya menerima 325 pengaduan. Sementara itu, pada 2012 –saat DKPP baru berusia enam bulan– jumlah aduan hanya mencapai 99 kasus, menjadi yang terendah sepanjang sejarah. Pengaduan terendah kedua terjadi pada 2022 dengan 132 laporan. 

Nur menilai meningkatnya jumlah pengaduan mencerminkan tingginya kepercayaan publik terhadap DKPP. "Kalau orang tidak percaya kepada suatu lembaga, tentu saja dia tidak akan melakukan aduan," ujarnya. Ia juga memprediksi tren serupa akan kembali terjadi pada tahun 2034. 

Dalam laporan IKEPP Tahun 2024 yang disusun oleh DKPP, peringkat kepatuhan etik penyelenggara pemilu, baik di Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dievaluasi secara mendalam. Ketua DKPP, Heddy Lugito, menegaskan bahwa hasil IKEPP ini dapat menjadi panduan bagi lembaga penyelenggara pemilu dalam meningkatkan kinerja mereka. 

"Hasil IKEPP ini dapat dijadikan acuan bagi lembaga penyelenggara Pemilu untuk memperbaiki kinerja perilaku, baik ucapan maupun tindakan. Selain itu juga sebagai bahan rujukan untuk pembinaan, perbaikan cara kerja, dan membangun habituasi lingkungan yang patuh terhadap kode etik penyelenggara Pemilu," kata Heddy Kamis (30/1/2024).

Dalam pemaparannya, Heddy menjelaskan bahwa IKEPP menilai kepatuhan etik berdasarkan tiga dimensi utama, yakni persepsi atas perilaku etik (PPE), eviden perilaku etik (EPE), dan pelembagaan etik internal (PEI). Dimensi PPE dilihat dari integritas serta profesionalitas penyelenggara pemilu, sedangkan dimensi EPE terdiri dari penanganan pengaduan serta tinggi rendahnya pengaduan publik. Sementara itu, dimensi PEI diukur dari parameter aturan pencegahan, program pembinaan serta kepatuhan terhadap keputusan/putusan. 

"IKEPP ini juga mengukur kualitas dan integritas Penyelenggara Pemilu sebagai sinergitas dengan Indeks Demokrasi Indonesia," ujar Heddy. Ia menambahkan bahwa keberadaan IKEPP membantu menyusun strategi pembangunan nasional dalam bidang etika politik kepemiluan, sehingga dapat memberikan kontribusi nyata bagi peningkatan kualitas demokrasi dan integritas pemilu di Indonesia. 

Ketua Peneliti IKEPP, Nur Hidayat Sardini, bersama timnya, telah bekerja sejak awal hingga akhir 2024 untuk menyusun laporan ini. Penilaian kepatuhan etik dalam IKEPP dikategorikan dalam lima tingkatan, yakni sangat tidak patuh (0,0-20,0), tidak patuh (20,1-40,0), cukup patuh (40,1-60,0), patuh (60,1-80,0), dan sangat patuh etik (80,1-100,0). 

"10 tahun yang akan datang, kira-kira 2034, gelombang ini akan terulang. Kita akan lihat nanti," jelas Nur. 

Peluncuran hasil penelitian IKEPP 2024 diharapkan dapat menjadi acuan bagi berbagai pihak dalam memperbaiki sistem kepemiluan di Indonesia.

Komentar

Berhasil Login.....

Gagal Login

Back to Top

Komentar berhasil di tambah

Komentar berhasil di Edit

Komentar berhasil di Dihapus

Anda Harus Login

Tidak Boleh Kosong